Periode Demokrasi Terpimpin menjadi bagian dari perjalanan sejarah politik dan ekonomi Republik Indonesia. Diperintah oleh Presiden Soekarno, periode ini berlangsung sejak tahun 1959 hingga 1965. Namun, di bagian ekonomi, banyak expert yang menilai periode Demokrasi Terpimpin menandai periode stagnasi dan keterpurukan ekonomi Indonesia. Ada alasan penting di balik kondisi tersebut, beberapa di antaranya berkaitan dengan kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa itu.
Kebijakan Ekonomi dalam Masa Demokrasi Terpimpin
Salah satu penyebab stagnasi dan keterpurukan ekonomi Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin adalah terkait sejumlah kebijakan ekonomi yang diambil pada masa itu. Secara garis besar, perekonomian Indonesia ketika itu dipengaruhi oleh kebijakan yang lebih menekankan pada aspek politis ketimbang ekonomi. Efeknya, banyak kebijakan yang tidak memperhatikan fundamental ekonomi, menyebabkan perekonomian berlangsung tidak stabil.
Adapun beberapa kebijakan tersebut antara lain:
- Nasionalisasi perusahaan asing: Selama periode ini, pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap sejumlah besar perusahaan asing. Meski ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap pihak asing, pada kenyataannya, hal ini justru mempengaruhi investasi asing dan produk ekspor Indonesia.
- Penerapan sistem perekonomian sentralistik: Pemanfaatan perekonomian sangat terpusat. Kebijakan ini memunculkan konsentrasi kekuatan ekonomi dalam satu titik dan meningkatkan ketidakstabilan.
Salah Satu Kendala
Kendala yang paling signifikan dalam periode ini adalah kurangnya keterampilan manajemen dan pengetahuan teknis di banyak sektor yang berhasil dinasionalisasi. Pada masa ini, pemerintah belum berhasil membangun sistem pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia menghadapi tantangan manajemen dan teknis di sektor industri. Akibatnya, operasional dan kinerja sejumlah perusahaan milik negara (BUMN) menjadi tidak efisien.
Kesimpulan
Demokrasi Terpimpin memiliki pemikiran baik dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak asing serta membentuk perekonomian yang kuat dan merata. Namun, kurangnya pengetahuan teknis dan manajemen, serta penerapan yang terlalu sentralistik, menjadi faktor kendala yang menyebabkan ekonomi tidur dan berakhir dalam stagnasi dan keterpurukan. Dengan belajar dari sejarah, penting bagi para pembuat kebijakan saat ini untuk selalu mempertimbangkan penerapan kebijakan yang seimbang antara aspek politis dan ekonomi.