Dalam konteks masyarakat multikultural, perilaku untuk memandang kelompoknya lebih religius dibandingkan dengan kelompok lain dapat digambarkan sebagai “etnosentrisme religius”. Sebelum ke dalam penjelasan lebih lanjut, ada baiknya kita memahami karakteristik dari masyarakat multikultural dan apa yang dimaksud dengan etnosentrisme.
Masyarakat Multikultural
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya. Masing-masing komponen memiliki tradisi, pandangan hidup, dan nilai-nilai sendiri, namun tetap berinteraksi dan hidup bersama dalam suatu lingkup masyarakat yang lebih besar.
Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah suatu pandangan di mana seseorang atau kelompok memandang dirinya atau kelompoknya sendiri sebagai pusat dan membandingkan yang lain berdasarkan referensi dari kelompoknya sendiri. Etnosentrisme dapat berdampak negatif bila mengarah pada stereotip, prasangka, dan diskriminasi. Namun, etnosentrisme juga bisa bersifat positif bila berdampak pada pemahaman dan penghargaaan terhadap keberagaman budaya dan tradisi.
Etnosentrisme Religius
Etnosentrisme religius merupakan bentuk etnosentrisme di mana anggota kelompok merasa bahwa keyakinan agama dan praktik keagamaan mereka lebih unggul dibandingkan dengan agama lain. Ini bukan berarti bahwa mereka memandang agama lain sebagai sesuatu yang kurang baik, tetapi mereka memandang praktik dan keyakinan agama mereka memiliki nilai spiritual atau moral yang lebih tinggi.
Anggapan subjektif jika kelompoknya lebih religius dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain adalah contoh perilaku etnosentrisme religius. Keberagaman agama dalam masyarakat multikultural memang memungkinkan adanya perbedaan persepsi mengenai religiusitas. Namun, sebaiknya keberagaman ini dihargai dan diakui sebagai bagian dari pluralitas identitas, bukan menjadi alat untuk menentukan mana yang lebih unggul atau lebih baik.
Oleh sebab itu, etnosentrisme dapat menjadi tantangan dalam masyarakat multikultural. Solusinya adalah menganjurkan toleransi, menghargai perbedaan, dan mendorong interaksi yang sehat antar kelompok. Idealnya, etnosentrisme sebaiknya bisa dialihkan menjadi etnorelativisme, di mana seseorang mampu untuk menghargai dan menerima perbedaan antarbudaya atau keagamaan.