Perubahan besar-besaran yang ditandai oleh program Glasnost dan Perestroika, yang diusung oleh pengganti Leonid Brezhnev, Mikhail Gorbachev, seharusnya membawa revitalisasi Uni Soviet. Sebaliknya, reformasi tersebut secara paradoks membawa keruntuhan bagi Uni Soviet. Sebuah kontradiksi yang membingungkan bagi banyak pengamat saat itu. Untuk memahami hal ini, kita perlu memahami konsep kedua program ini dan bagaimana efek mereka berkontribusi pada penurunan ini.
Glasnost
Glasnost, yang secara harfiah berarti “transparansi” atau “keterbukaan”, adalah kebijakan yang mengizinkan kritik terbuka terhadap pemerintahan Soviet yang sebelumnya sangat ditindas. Pendekatan ini dianggap sebagai langkah maju dalam reformasi politik, dan disambut baik oleh masyarakat Soviet dan komunitas internasional. Namun, ini juga membuka jalan bagi kritik dan pemberontakan yang semakin banyak terhadap rezim Soviet.
Masyarakat Soviet mulai mengekspresikan ketidakpuasan mereka dengan pemerintah dan hal ini tertranslasi dalam demonstrasi dan protes di seluruh negeri. Pengendalian informasi yang sebelumnya telah sangat dirasionalisasi oleh pemerintah, sekarang terpecahkan dan kebenaran tentang banyak hal seperti korupsi, tragedi lingkungan, dan penyesuaian sejarah dibongkar untuk publik. Ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
Perestroika
Sementara itu, Perestroika, yang berarti “restrukturisasi”, merujuk pada upaya reformasi dalam bidang ekonomi. Tujuannya adalah untuk mendesentralisasi ekonomi yang terkendali negara, dengan harapan akan membawa peningkatan efisiensi dan produktivitas. Namun, proses ini memicu kekacauan ekonomi dan kekurangan barang, lebih buruk dari apa yang sudah ada.
Upaya ini, alih-alih meningkatkan ekonomi, malah menciptakan inflasi yang tidak terkontrol dan pasar hitam meningkat. Struktur ekonomi yang berubah ini menjadi tidak stabil dan masyarakat menjadi semakin miskin dan putus asa.
Kesimpulan: Glasnost dan Perestroika Menuju Keruntuhan
Sementara Glasnost dan Perestroika dimaksudkan untuk memperbarui dan memperkuat Uni Soviet, ironisnya, efek yang dihasilkannya malah mengarah pada keruntuhan. Kebijakan Glasnost membuka pintu bagi kritik dan pemberontakan, sementara Perestroika mengakibatkan kekacauan ekonomi dan kekurangan barang.
Ketidakstabilan politik dan ekonomi yang ditimbulkan oleh dua reformasi ini, ditambah dengan peningkatan nasionalisme di republik-republik Soviet, mengarah ke penurunan Uni Soviet. Pada Desember 1991, Uni Soviet secara resmi dibubarkan dan menggantinya adalah 15 negara independen, termasuk Rusia. Kemudian, Gorbachev pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Uni Soviet, yang sekaligus menjadi titik akhir dari era Uni Soviet.