Pantun, bentuk sastra tradisional Indonesia, kerap ditemui penuh dengan simbolisme dan kiasan. Pantun ini tidak terkecuali. Untuk benar-benar memahami makna sebuah pantun, penting untuk memahami konteks budaya dan masyarakat dari mana pantun tersebut berasal.
Mari kita kupas satu per satu untuk menemukan apa makna yang tersembunyi di balik pantun “Menanam ubi di tengah ladang petik singkong tiada tersisa malam kini telah datang makin tinggi pula batang usia”.
Kupasan Pantun
Pantun ini terdiri dari dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama dalam pantun yang merupakan pengantar dan biasanya tidak berhubungan langsung dengan isi pantun. Baris ketiga dan keempat adalah isi pantun atau pesan yang ingin disampaikan.
Dalam sampiran “Menanam ubi di tengah ladang petik singkong tiada tersisa”, kita mendapat gambaran tentang seseorang yang sedang menanam ubi di tengah ladang petik singkong yang habis. Ini bisa diartikan sebagai bentuk pekerjaan atau kegiatan yang sedang dilakukan.
Isi pantunnya adalah “malam kini telah datang makin tinggi pula batang usia”. Ini adalah bagian yang memberikan makna sebenarnya dari pantun. “Malam kini telah datang” dapat diasosiasikan dengan akhir dari pekerjaan atau kegiatan. “Makin tinggi pula batang usia” berarti semakin bertambahnya usia.
Interpretasi Kiasan
Jadi interpretasi dari pantun ini bisa diartikan sebagai seseorang yang semakin bertambah usia dan melihat kehidupannya layaknya seorang petani yang selesai menyelesaikan proses penanamannya di ladang. Pantun dapat diperinterpretasikan sebagai introspeksi diri dan pemikiran tentang usia, di mana setiap individu melihat usia mereka bertambah setiap hari layaknya seorang petani menyelesaikan pekerjaannya.
Interpretasi ini didasari oleh makna simbolis dari “ubi” dan “singkong”. Ubi dan singkong adalah tumbuhan yang perlu waktu tertentu untuk tumbuh. Ini bisa merepresentasikan pekerjaan atau tanggung jawab yang diambil seseorang dari waktu ke waktu, dan setelah dikumpulkan begitu saja, pada akhirnya, seseorang melihat kembali dan merenungi usia mereka.
Secara ringkas, pantun ini merupakan kiasan tentang proses hidup dan bertambahnya usia, di mana kehidupan diumpamakan sebagai proses bertani, dari menanam sampai merasakan hasilnya, dan menandai berakhirnya hari kerja dengan pertambahan usia.
Mungkin bagi beberapa orang, pantun ini dapat menjadi pengingat bahwa waktunya terbatas dan penting untuk memanfaatkan masa yang kita miliki sebaik mungkin dan memastikan bahwa kita menikmati hasil panen dari pekerjaan kita seiring bertambahnya usia.