Bullying menjadi momok menakutkan bagi anak-anak, terutama yang sedang berada di bangku sekolah dasar. Apalagi jika bullying tersebut berujung pada kejadian tragis, seperti yang menimpa seorang bocah SD di Tambun yang harus merelakan kakinya di amputasi. Itu pun semakin mengiris hati ketika wali kelas yang seharusnya menjadi pembela dan penanggung jawab utama anak didiknya memberikan respon “Itu udah biasa.” Situasi ini menjadi kompleks dan membutuhkan pemahaman yang mendalam.
Bullying di Sekolah: Lebih dari Sekedar ‘Bercanda’
Kata ‘biasa’ yang disampaikan oleh wali kelas tersebut mengindikasikan bahwa praktik bullying telah menjadi bagian dari budaya sekolah. Mungkin, cara pandang yang menganggap bullying sebagai bentuk ‘bercanda’ dan ‘partisipasi anak-anak’ menjadi penyebab kenapa kasus-kasus bullying di sekolah kerap disepelekan. Padahal, fenomena ini bukanlah suatu hal yang seharusnya menjadi ‘biasa’ dan merugikan psikologis serta fisik anak.
Dampak dari Bullying
Dampak bullying bagi korban sangat kompleks dan variatif, mulai dari trauma, gangguan jiwa, hingga luka fisik parah seperti yang dialami bocah SD di Tambun ini. Dalam standar pengajaran yang etis dan berorientasi pada hak asasi manusia, setiap anak berhak mendapatkan lingkungan belajar yang aman dan kondusif. Tidak ada alasan apapun untuk membiarkan praktek bullying terjadi di lingkungan sekolah.
Pengawasan dan Penanganan Kasus Bullying
Peran aktif pengawas sekolah atau wali kelas sangat dinantikan dalam pengendalian kasus bullying. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah serta menangani bullying:
- Membangun Lingkungan Sekolah yang Menghargai Perbedaan dan Keterbukaan: Ini mencakup pembentukan regulasi sekolah yang jelas mengenai larangan bullying dan bentuk hukuman yang akan diterima oleh pelaku.
- Pendidikan Karakter untuk Siswa: Melalui pembelajaran di kelas dan aktivitas ekstrakurikuler, siswa perlu diberikan pemahaman mengenai pentingnya rasa empati dan saling menghargai.
- Pelatihan untuk Guru dan Staf: Guru dan staf sekolah perlu mendapatkan pelatihan untuk mengidentifikasi tanda-tanda bullying dan bagaimana cara menanganinya dengan tepat.
Terakhir, perlu lebih banyak komunikasi antara orang tua dan sekolah. Orang tua perlu tahu apa yang terjadi di sekolah dan dilibatkan dalam penyelesaian masalah jika anak mereka menjadi korban bullying.
Masyarakat juga harus mulai sadar bahwa bullying bukanlah sesuatu hal yang ‘biasa’. Tindakan yang merendahkan dan merusak integritas individu seharusnya tidak mendapatkan tempat, apalagi di lingkungan pendidikan yang seharusnya membentuk karakter peserta didik. Dengan kerja sama dari semua pihak, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak secara optimal.