Ilmu

Menurut Ibu dan Bapak, Apa Penyebab Seseorang yang Menjumpai Peristiwa Kekerasan Seksual Memilih Diam atau Pasif?

×

Menurut Ibu dan Bapak, Apa Penyebab Seseorang yang Menjumpai Peristiwa Kekerasan Seksual Memilih Diam atau Pasif?

Sebarkan artikel ini

Sebuah aspek yang tidak dapat dihindari dalam perbincangan tentang kekerasan seksual adalah mengapa korban sering memilih untuk diam atau pasif ketika menghadapi kejadian tersebut. Sejauh ini, demi mencoba memahami masalah yang sangat rumit ini, kita akan membahasnya dari sudut pandang orangtua — ibu dan bapak — untuk mencari pemahaman lebih dalam.

Ketakutan dan Dilema

Yang pertama dan paling jelas adalah rasa takut. Namun, rasa takut tidak hanya tentang teror fisik, merasa menjadi sasaran, atau merescan kekerasan lebih lanjut, tetapi juga takut pada stigmatisasi dan pengucilan yang mungkin datang dari mengakui telah menjadi korban kekerasan seksual. Korban mungkin juga takut jika mereka dipertanyakan atau tidak dipercaya, atau dianggap bertanggung jawab atas tindakan kekerasan yang mereka alami.

Rasa Malu dan Salah Mengerti

Rasa malu juga merupakan faktor yang signifikan. Korban bisa merasa malu karena percaya bahwa mereka seharusnya bisa ‘berjuang’ atau ‘lari’. Dalam banyak kasus, respon alami manusia terhadap ancaman bisa jadi ‘membeku’, yang secara keliru bisa diartikan oleh korban sebagai pasivitas atau kegagalan untuk melindungi diri sendiri.

Tekanan Masyarakat dan Kebudayaan

Penyebab lainnya mungkin ada dalam norma sosial dan budaya yang mendalam. Dalam banyak masyarakat, isu-isu terkait seksualitas seringkali tabu dan sulit dibicarakan secara terbuka. Ini dapat menciptakan lingkungan di mana korban kekerasan seksual merasa tidak memiliki suara atau bahwa cerita mereka tidak akan diterima atau dipercaya.

Kesimpulan

Pembicaraan tentang kekerasan seksual tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang keheningan dan pasivitas. Kekerasan seksual merupakan peristiwa traumatis yang bisa meninggalkan korban merasa takut, malu, dan terisolasi. Sebagai masyarakat, kita perlu melakukan yang lebih baik untuk mendukung korban dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung di mana korban bisa berbicara dan mencari bantuan. Menurut pandangan ibu dan bapak, penekanan pada edukasi adalah kunci – mengajar anak-anak kita tentang consent, menghargai ruang pribadi orang lain, dan menyampaikan bahwa tidak ada yang boleh mengambil hak atau merampas kemerdekaan orang lain, adalah langkah penting dalam mencegah kekerasan seksual dan memahami apa yang harus dilakukan jika hal tersebut terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *