Sultan Ageng Tirtayasa, juga dikenal sebagai Abul Fath, adalah salah satu Sultan terpenting dalam sejarah Kesultanan Banten, Indonesia. Selama pemerintahannya, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai seorang pemimpin yang kuat dan berani, yang berjuang melawan penjajahan Belanda di tanah air.
Namun, ada satu tokoh dalam sejarah Banten yang tidak seagresif Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan Belanda. Ia adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Haji (Abu Nashr Abdul Kahhar). Masa pemerintahannya banyak ditandai oleh konsolidasi, kerjasama, dan kompromi dengan kolonial Belanda.
Sultan Haji (Abu Nashr Abdul Kahhar)
Sultan Haji atau Abu Nashr Abdul Kahhar adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa, yang naik tahta sebagai Sultan Banten setelah ayahnya. Sikapnya terhadap Belanda sangat berbeda dengan sikap ayahnya. Di mana Sultan Ageng Tirtayasa pernah melancarkan perlawanan keras terhadap Belanda, putranya, Sultan Haji, memilih untuk mengambil jalur negosiasi dan kompromi.
Sultan Haji menduduki tahta pada tahun 1671, menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa yang telah digulingkan oleh Belanda. Dalam upayanya untuk mempertahankan stabilitas Kerajaan Banten, Sultan Haji memilih untuk berdamai dengan VOC, Perusahaan Hindia Timur Belanda, yang pada masa itu adalah kekuatan kolonial paling dominan di Indonesia.
Perjanjian antara Sultan Haji dan VOC ditandatangani pada tahun 1677. Dalam perjanjian ini, Sultan Haji mengakui kedaulatan Belanda atas Banten dan berjanji untuk tidak berkerjasama dengan musuh-musuh Belanda. Sebagai balasan, Belanda berjanji untuk tidak mengganggu urusan internal Kerajaan Banten dan membantu dalam pertahanan melawan ancaman eksternal.
Strategi Sultan Haji ini cukup sukses dalam mempertahankan Banten dari ancaman eksternal dan juga memungkinkan pengembangan ekonomi dan perdagangan di wilayah ini. Bagaimanapun, keputusan ini juga menimbulkan banyak kritik dan perlawanan dari para pemimpin dan rakyat Banten, yang melihat kompromi ini sebagai tanda penyerahan kepada Belanda.
Kesimpulan
Jadi, Sultan Haji (Abu Nashr Abdul Kahhar) adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa yang melakukan kerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda dan memilih jalur kompromi untuk menjaga stabilitas Kerajaan Banten. Aksi ini mengejutkan banyak orang, tak terkecuali rakyat dan elit Banten sendiri, karena sangat bertentangan dengan sikap ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa, yang dikenal berani melawan penjajahan Belanda.