Bhinneka Tunggal Ika, sebuah frase yang berasal dari Bahasa Kawi, adalah semboyan nasional Republik Indonesia. Frase ini secara harfiah bisa diterjemahkan menjadi “Berbeda-Beda Tetapi Satu”. Menunjuk kepada konsep penting tentang persatuan dan keragaman, semboyan ini bertujuan merepresentasikan identitas nasional Indonesia yang unik dan beragam.
Sejarah Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari sebuah puisi Jawa kuno yang berjudul “Sutasoma”, yang ditulis oleh Mpu Tantular pada zaman Majapahit. Dalam puisi ini, Mpu Tantular menyampaikan pesan tentang toleransi dan inklusivitas antar agama. Hal ini berkaitan erat dengan sejarah Indonesia sebagai rumah bagi beragam etnis, budaya, dan agama.
Peletak Dasar Semboyan Nasional
Namun, ada satu nama yang seringkali dihubungkan dengan upaya untuk menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan nasional Indonesia; yaitu Prof. Mr. Soepomo.
Prof. Mr. Soepomo adalah seorang tokoh penting dalam proses persiapan kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan anggota Komisi Tiga, sebuah grup yang bertugas merumuskan dasar hukum untuk negara baru tersebut, dan secara khusus bertanggung jawab atas aspek konstitusi. Selama proses ini, Soepomo mengusulkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan nasional.
Ketekunan Prof. Mr. Soepomo membuahkan hasil saat Bhinneka Tunggal Ika secara resmi diadopsi sebagai semboyan Republik Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sejak saat itu, semboyan ini menjadi menggema sebagai panggilan bagi persatuan dan keragaman dalam negeri Indonesia.
Penutup
“Bhinneka Tunggal Ika” telah melintasi abad dan tetap relevan dengan Indonesia modern. Ini adalah pengingat akan kemajemukan yang terjalin dalam persatuan, sebuah pesan yang sama pentingnya hari ini seperti ketika pertama kali diusulkan oleh Prof. Mr. Soepomo. Mereka ini adalah jejak sejarah yang mengingatkan kita bahwa, meskipun beragam, kita semua adalah satu.