Demokrasi Terpimpin merupakan suatu bentuk sistem pemerintahan yang diterapkan di Indonesia pasca era demokrasi liberal. Era ini berlangsung dalam kurun tahun 1959-1966, dengan presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, sebagai aktor utamanya. Meski memiliki niat yang baik yaitu menciptakan stabilitas politik dan perekonomian negara, pelaksanaan demokrasi terpimpin dianggap oleh sebagian pihak telah membuat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Untuk memahami lebih jauh mengenai hal ini, perlu dilihat konteks serta jenis pelanggaran yang dituduhkan.
Konteks Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin dianggap sebagai reaksi terhadap kegagalan era demokrasi liberal yang sebelumnya berlangsung. Soekarno, sebagai pendiri dan presiden pertama Republik Indonesia, mencoba membawa Indonesia ke arah yang lebih stabil dan kuat dengan cara yang lebih sentralistik.
Demokrasi Terpimpin ditandai dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membatalkan konstitusi sementara dan kembali kepada UUD 1945. Dengan dekrit tersebut, berbagai perangkat pemerintahan mengalami perubahan drastis. Parlemen yang sebelumnya memiliki hak yang sama dengan presiden dalam membentuk kebijakan, posisinya berubah menjadi hanya memberi pertimbangan kepada presiden.
Pelanggaran terhadap UUD 1945
Meskipun demokrasi terpimpin dipandang sebagai upaya stabilisasi politik negara, ada beberapa poin yang menjadi titik kritis pelanggaran terhadap UUD 1945. Diantaranya:
Pembatasan atas Hak Asasi Manusia (HAM)
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dimuka hukum dan pemerintah. Namun, dalam prakteknya, era demokrasi terpimpin justru menimbulkan pengekangan terhadap hak-hak warga negara. Hal ini dilakukan dengan adanya pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dan berkumpul yang tercantum pada pasal 28 UUD 1945.
Meniadakan Kekuatan Tandingan
Kembali berlakunya UUD 1945 melalui Dekrit 5 Juli 1959 memghapus pembagian kekuasaan (trias politica) yang jelas. Penyatuan kekuasaan dalam tangan presiden kemudian memusatkan kekuasaan dan meniadakan check and balance yang seharusnya ada dalam sebuah sistem pemerintahan.
Kesimpulan
Di balik niat baik untuk membawa Indonesia menuju stabilitas politik dan ekonomi, praktik demokrasi terpimpin dianggap telah melakukan sejumlah pelanggaran terhadap UUD 1945. Pembatasan hak asasi manusia serta pusat kekuasaan yang dominan menjadi bukti nyata bahwa demokrasi tersebut berpotensi mengarah pada pelanggaran UUD. Meski demikian, melihat era demokrasi terpimpin sebagai bagian sejarah bangsa adalah penting untuk menarik pelajaran dan membuat pertimbangan dalam pembentukan sistem pemerintahan yang lebih baik kedepannya.