Sidang Gugatan UU Pemilu tengah berlangsung, namun berlangsung sengit dengan diberikannya mosi tidak percaya oleh pemohon yang dilayangkan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon gugatan memandang UU Pemilu yang baru ini merugikan hak mereka untuk berpartisipasi dan bersaing secara setara dalam pemilihan umum. Selain itu, pemohon juga menegaskan bahawa ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang bertentangan dengan undang-undang dasar serta prinsip demokrasi yang seharusnya dilindungi.
Sidang Gugatan UU Pemilu, Pemohon Ajukan Mosi Tidak Percaya ke Ketua MK
Dalam sidang yang berlangsung dramatis ini, ketidakpercayaan pada Ketua MK dijatuhkan oleh pemohon. Di dalam mosi tersebut, mereka menuntut penggantian Ketua MK dalam proses sidang ini dengan alasan kurangnya kepercayaan terhadap objektivitas dan independensi yang dimiliki oleh Ketua MK dalam melakukan penyelesaian perkara.
Mosi ini diajukan sebagai upaya dari pemohon untuk menyampaikan bahawa mereka merasa ada prasangka yang dibawa oleh Ketua MK dan berpotensi memengaruhi hasil sidang. Pemohon berharap mosi tersebut dapat melahirkan proses sidang yang jauh lebih transparan dan adil.
Hal ini didasarkan pada beberapa alasannya, salah satu diantaranya adalah kurangnya transparansi dalam proses penyelesaian perkara, yang menimbulkan adanya keraguan atas independensi ketua MK. Deklarasi ini tentunya menjadi sebuah drama tersendiri di tengah proses sidang yang sedang berlangsung.
Sementara itu, hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi yang datang dari Ketua MK. Pemohon dengan tegas menuntut jawaban atas mosi tersebut, agar bisa melihat sikap dan langkah apa yang akan diambil oleh MK terkait mosi tidak percaya ini.
Jadi, jawabannya apa? Hal ini masih tergantung pada respons dan posisi yang akan diambil oleh MK, khususnya Ketua MK, terkait mosi tidak percaya yang diajukan oleh pemohon dalam sidang gugatan UU Pemilu ini. Berbagai kemungkinan bisa terjadi, dan saat ini publik menunggu jawaban serta langkah selanjutnya dari Mahkamah Konstitusi.