Budaya

Hikayat Bersifat Istana Sentris, Banyak Menggunakan Gaya Bahasa Klise, dan Alurnya Mudah Ditebak Sehingga Cenderung Monoton. Hal Ini Berbeda Dengan Karya Sastra Baru Seperti Cerpen yang Memiliki…

×

Hikayat Bersifat Istana Sentris, Banyak Menggunakan Gaya Bahasa Klise, dan Alurnya Mudah Ditebak Sehingga Cenderung Monoton. Hal Ini Berbeda Dengan Karya Sastra Baru Seperti Cerpen yang Memiliki…

Sebarkan artikel ini

Hikayat, sebagai salah satu bentuk karya sastra tradisional, memang memiliki karakteristik khusus yang menjadikannya unik. Karakteristik tersebut, seperti bersifat istana sentris, banyak menggunakan gaya bahasa klise, dan alurnya mudah ditebak, seringkali menciptakan kesan monoton dalam penceritaannya. Pada dasarnya, struktur dan mekanisme ini menjadi formula standar dalam penulisan hikayat yang umumnya memaparkan tokoh dan peristiwanya dalam lensa aristokrat sentris.

Hikayat biasanya membicarakan berbagai kisah legendaris dari istana yang melibatkan raja, putera mahkota, puteri, ksatria, dan pelbagai tokoh nobel lainnya. Sering kali, hikayat dianggap sebagai refleksi ideal kemegahan istana dengan segala dramanya. Dengan pusat cerita berada di lingkungan istana, maka dapat dikatakan bahwa hikayat bersifat istana sentris.

Gaya bahasa klise juga banyak digunakan dalam hikayat. Bentuk pertuturan epik ini sering diulang-ulang sepanjang kisah, memberikan pembaca sensasi dramatis namun juga monoton karena pola yang terus menerus sama. Misalnya, frasa-frasa berulang seperti “hidup bahagia hingga akhir hayat” atau “perang yang berlangsung bertahun-tahun” sering dijumpai.

Alur yang mudah ditebak dalam hikayat merupakan ciri lain yang memengaruhi kesan monoton. Bukannya mengejutkan pembaca dengan plot twist, kisah dalam hikayat biasanya mengikuti alur konvensional; tokoh utama bertemu tantangan, mengatasi tantangan, dan akhirnya mencapai kebahagiaan atau kemakmuran.

Semua hal tersebut tentu berbeda dengan karya sastra baru seperti cerpen. Dalam cerpen, keunikan dan variasi cerita serta peristiwa jauh lebih banyak dan luas. Pembaca dapat dibawa ke berbagai latar, mulai dari keseharian hingga setting futuristik atau fantasy. Gaya bahasa yang digunakan juga lebih luas, lebih personal dan beragam, menciptakan emosi dan suasana hati yang berbeda-beda. Alur cerita cerpen juga lebih dinamis dan tak terduga, seringkali menampilkan plot twist yang membuat cerita menjadi lebih menarik.

Hal ini menunjukkan bahwa meski hikayat dan cerpen sama-sama merupakan karya sastra, namun kedua genre ini memiliki pendekatan dan karakteristik yang berbeda dalam menyampaikan kisahnya. Hikayat cenderung merujuk pada aspek historis dan legendaris dengan sentris istana, gaya bahasa klise, dan alur yang mudah ditebak sehingga cenderung monoton, sedangkan cerpen lebih mengarah pada aspek realisme, kompleksitas emosi, dan kejutan alur yang membuatnya jauh dari kata monoton.

Jadi, jawabannya apa?

Jawabannya adalah variasi dan inovasi dalam karya sastra, seperti yang ditunjukkan oleh cerpen, adalah kunci untuk mempertahankan daya tarik dan relevansi sastra dalam kehidupan modern saat ini. Sementara hikayat masih memiliki nilai historis dan kultural yang sangat penting, namun untuk lebih menjangkau pembaca modern, karya sastra perlu lebih dari sekadar gaya bahasa klise dan alur yang mudah ditebak. Kreativitas, keunikan, dan keberanian untuk mencoba hal baru, inilah yang dibutuhkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *