Pembredelan media massa di Indonesia pada masa Orde Baru dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk penindasan terhadap kebebasan berpendapat dan informasi. Pada masa tersebut, pemerintahan Orde Baru melaksanakan kontrol terhadap media massa dengan ketat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, setiap warga negara berhak untuk menyampaikan dan memperoleh informasi. Namun selama masa Orde Baru, pemerintahan melakukan pembredelan terhadap media massa yang dinilai kritis atau dianggap mengancam stabilitas pemerintahan. Pembredelan ini secara jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945
Pembredelan media massa pada masa Orde Baru terutama merupakan penyimpangan terhadap Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan:
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Pasal ini menekankan pentingnya kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan pers dan media massa. Sebagai pilar keempat demokrasi, media memiliki peran penting untuk menyampaikan informasi kepada publik dan mengawasi kinerja pemerintahan.
Pembatasan Kebebasan Pers
Selama masa Orde Baru (1966-1998), pemerintahan Soeharto melakukan berbagai upaya untuk mengekang kebebasan pers dan mengontrol sumber informasi yang masuk ke publik. Sejumlah media massa dinyatakan terlarang, dicabut izin terbitnya, atau diberikan sanksi administratif.
Selain pembredelan, pemerintah juga mengatur pemberitaan dengan menerapkan UU Pers No. 11/PNPS/1966. UU itu mengatur pembentukan Dewan Pers sebagai lembaga sensor yang berfungsi mengawasi dan mengontrol pemberitaan media massa. Akibatnya, banyak media yang lebih memilih untuk mengikuti arahan pemerintah demi kelangsungan bisnisnya.
Dampak Pembredelan terhadap Masyarakat
Dampak dari pembredelan media massa pada masa Orde Baru ini cukup besar. Kehadiran media yang kritis sangat dibutuhkan untuk mengawasi kinerja pemerintah dan memberikan informasi yang obyektif kepada masyarakat. Namun, ketika media dikendalikan oleh pemerintah, masyarakat menjadi tidak mendapatkan informasi yang akurat dan hanya mendengar versi ‘resmi’ dari pemerintah.
Kebebasan pers merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh undang-undang. Pembredelan media massa pada masa Orde Baru bukan hanya melanggar UUD 1945, tetapi juga melanggar prinsip demokrasi, di mana otoritas publik digunakan untuk menciptakan opini publik yang searah dan mendukung pemerintah, bukan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kesimpulan
Pembredelan media massa pada masa Orde Baru merupakan bentuk pelanggaran hak warga negara dalam menyampaikan dan memperoleh informasi. Tindakan ini merupakan penyimpangan terhadap ketentuan jaminan hak asasi manusia yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 28 yang menggariskan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
Harus diakui bahwa periode Orde Baru meninggalkan luka mendalam bagi kebebasan pers di Indonesia. Ke depan, penting bagi pemerintah dan media massa untuk menjaga dan memperjuangkan kebebasan berpendapat demi terwujudnya demokrasi yang lebih sehat dan berkualitas di Indonesia.