Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1959, ia mengeluarkan sebuah dekrit yang dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden. Dekrit ini menjadi tonggak sejarah baru dalam perjalanan politik Indonesia, ditandai dengan berakhirnya era Demokrasi Liberal dan dimulainya era Demokrasi Terpimpin. Fakta menariknya, lahirnya Dekrit Presiden ini berdasarkan akumulasi dari berbagai krisis yang terjadi pada jaman Demokrasi Liberal. Berikut ini adalah berbagai krisis yang mendorong dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959, kecuali…
Krisis Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi yang Terhambat
Sepanjang era Demokrasi Liberal, perekonomian nasional mengalami krisis yang berlarut-larut. Devaluasi mata uang, inflasi yang tinggi, dan angka kemiskinan yang meningkat adalah beberapa fenomena yang menunjukkan keadaan ekonomi yang memprihatinkan. Namun, sebenarnya krisis ekonomi ini tidak menjadi alasan langsung dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Kudeta oleh PRRI dan Permesta
Pada tahun 1957-1958, pemerintah menghadapi tantangan serius dengan adanya pemberontakan dari PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) dan Permesta. Meski dua pemberontakan ini berhasil dipadamkan, gejolak politik dan keamanan menjadi alasan penting dikeluarkannya Dekrit Presiden.
Krisis Kepercayaan pada Pemerintah
Pemerintah pada masa Demokrasi Liberal kerap kali diprotes oleh masyarakat. Ketidakpercayaan ini semakin menguat seiring dengan banyaknya kasus korupsi, krisis ekonomi, dan pemberontakan yang tak kunjung usai. Krisis kepercayaan ini menjadi alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden, meski secara langsung tidak terkait.
Konflik Lembaga Kepresidenan dengan Parlemen
Pada masa demokrasi liberal, terjadi konflik antara lembaga kepresidenan dan parlemen. Kedua lembaga ini seringkali bertentangan dalam membuat kebijakan, sehingga banyak kebijakan yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Konflik ini juga menjadi salah satu alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden.
Dari penjelasan di atas, dipahami bahwa faktor krisis ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang terhambat tidak menjadi alasan langsung dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, meski situasi tersebut turut mempengaruhi iklim politik di Indonesia saat itu.