Sekolah

Tradisi Minum Tuak, Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Pada Masa Sebelum Datangnya Wali Songo, Diluruskan oleh Para Wali dengan Metode Dakwah Yang Penuh Kelembutan dan Kedamaian Serta Pelan-pelan dan Bertahap

×

Tradisi Minum Tuak, Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Pada Masa Sebelum Datangnya Wali Songo, Diluruskan oleh Para Wali dengan Metode Dakwah Yang Penuh Kelembutan dan Kedamaian Serta Pelan-pelan dan Bertahap

Sebarkan artikel ini

Sebelum datangnya Wali Songo yang menyebarluaskan agama Islam di Nusantara, masyarakat Indonesia pada waktu itu masih di dalam kuasa kepercayaan kuno seperti animisme dan dinamisme, sementara tradisi-tradisi lokal seperti minum tuak juga masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat pada waktu itu.

Tradisi Minum Tuak

Tuak adalah minuman fermentasi dari pohon kelapa atau pohon aren yang mempunyai rasa manis serta kadar alkohol yang cukup tinggi. Pada era itu, tuak bukan hanya sekedar makanan tradisional, tetapi juga ada fungsi ritual dan kultur dalam masyarakat. Terlebih bagi masyarakat di wilayah nusantara, tradisi minum tuak juga merupakan bagian dari upacara adat dan ritual sakral.

Kepercayaan Animisme dan Dinamisme

Animisme dan dinamisme adalah dua jenis kepercayaan yang populer sebelum datangnya agama Islam yang dibawa oleh Wali Songo. Kepercayaan animisme adalah kepercayaan yang beranggapan bahwa semuanya termasuk tumbuhan, hewan, dan benda mati mempunyai roh atau jiwa. Sementara itu, dinamisme adalah kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib di balik semua fenomena alam.

Wali Songo dan Metode Dakwahnya

Wali Songo merupakan sembilan orang santo Islam yang memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Metode dakwah mereka dikenal dengan pendekatan yang penuh kelembutan dan kedamaian, juga dilakukan secara pelan dan bertahap.

Pendekatan Wali Songo Dalam Menyikapi Kepercayaan dan Tradisi Lokal

Wali Songo tidak langsung menghapuskan semua kepercayaan dan tradisi lokal tersebut. Sebagai gantinya, mereka menggunakan metode dakwah yang pelan-pelan dan bertahap. Mereka memulainya dengan merangkul masyarakat dan tradisi-lokalnya serta kemudian mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Misalnya saja dalam hal minum tuak, Wali Songo memberikan pemahaman bahwa mengonsumsi minuman keras bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain, dan dalam Islam, hal itu dilarang.

Sementara untuk kepercayaan animisme dan dinamisme, Wali Songo menyampaikan bahwa hanya Allah yang punya kekuatan atas segala sesuatu yang ada di alam ini dan bahwa sembahyang hanya ditujukan kepada Allah, dan bukan kepada roh atau kekuatan gaib lainnya.

Kesimpulan

Maka dari itu, tidak bisa dipungkiri bahwa peran Wali Songo dalam mempengaruhi kepercayaan dan tradisi masyarakat Jawa sungguh besar. Melalui metode dakwah yang lembut, damai, serta dilakukan secara pelan dan bertahap, para Wali telah berhasil mengubah pandangan dan cara hidup masyarakat, dan mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam kehidupan sehari-hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *