Pelarian politik dari Nederland, termasuk Henri Christoffel Sneevliet dan klan Baars, telah menemukan daratan baru untuk melanjutkan aktivitas politik mereka: Jawa Timur. Mereka, yang pernah terlibat bertarung dalam pertentangan pasca-perang di Nederland, kini tengah semakin aktif, khususnya di kota Surabaya.
Perpindahan mereka ke Hindia tampaknya bukan hanya mencari perlindungan, tetapi juga sebagai upaya mencari peluang baru. Mereka tidak lagi merasa seperti pengungsi politik, melainkan seakan-akan para penguasa baru yang tiada tanding.
Mengisi Lapangan Publik di Surabaya
Mereka terlihat semakin intens mengisi berbagai acara publik dengan memberikan pidato. Bahkan, beberapa sumber menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang ‘takkan kering kerongkongan’. Aksi-aksi meraka ini agaknya memperlihatkan semangat dan ambisi yang baru.
Menjangkiti Ambisi Politik
Mereka menganggap Hindia -berada jauh dari rumah aslinya- sebagai wilayah baru yang dapat mereka atur sendiri, terlepas dari hukum demokratis yang berlaku. Semangat mereka tampaknya ditunjang oleh lingkungan baru mereka, terutama dengan bergerak di kalangan orang-orang yang berbahasa Belanda.
Dari Kalangan Rendah Menuju Kemasygulan
Hal yang menarik, mereka tampaknya merasa beruntung dengan situasi baru ini. Seakan genre yang mereka mainkan — politik — lebih mudah dipahami oleh orang-orang yang berbicara dalam bahasa yang sama, dan mereka menduduki tempat sosial yang rendah. Menjunjung aspek-aspek inilah, tampaknya mereka telah berhasil mencapai suatu bentuk kemasygulan — kata lain dari kemakmuran.
Jadi, pemindahan mereka ke Hindia, dan kemudian mendominasi aksi politik di Jawa Timur, mungkin bukan suatu kehidupan pengungsian biasa. Ini adalah suatu pergeseran kehidupan politik yang cerdas dan strategis, yang dilakukan oleh para pelarian politik dari Nederland, Sneevliet, dan klan Baars.
