Sosial

Sebagai Warga Negara Sudah Sepatutnya Kita Wajib Mendukung Penyelenggaraan Negara Berorientasi kepada Kepentingan Rakyat dan Merupakan Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka. Bersikap Positif terhadap Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka adalah, Kecuali…

×

Sebagai Warga Negara Sudah Sepatutnya Kita Wajib Mendukung Penyelenggaraan Negara Berorientasi kepada Kepentingan Rakyat dan Merupakan Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka. Bersikap Positif terhadap Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka adalah, Kecuali…

Sebarkan artikel ini

Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia mengandung sejumlah nilai yang menjadi tonggak penting pembangunan dan pengelolaan negara ini. Pancasila merangkum lima sila yang saling berkaitan dan membentuk ideologi seperti keyakinan terhadap Tuhan, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Banyak yang percaya bahwa memahami Pancasila dan menyemai nilai-nilai keberagamannya dalam berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari dapat membuat warga negara lebih hidup rukun dan sejahtera. Bagaimanapun, penegasan kembali terhadap pemahaman Pancasila berarti memahami perspektif Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Namun, mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi terbuka bukan berarti tanpa pengecualian. Ada beberapa kondisi atau keadaan yang bisa menempatkan seseorang dalam posisi “berseberangan” dengan Pancasila, meski secara umum ia berkomitmen pada nilai-nilai tersebut. Mari kita diskusikan kondisi atau keadaan tersebut.

Situasi Istimewa yang Bisa Membenturkan Sikap Positif Pancasila

Berikut ini adalah beberapa contoh pengecualian dalam perilaku atau tindakan yang mungkin dapat mencerminkan sikap yang “berseberangan” dengan nilai-nilai Pancasila:

  1. Aksi Kejahatan: Walaupun berdasarkan Sila ke-2 Pancasila, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” menekankan keadilan dan pemerataan, namun jika seseorang melakukan tindakan kriminal, itu tidak mengindikasikan sikap yang positif terhadap Pancasila.
  2. Diskriminasi: Dalam konteks Pancasila, diskriminasi berarti melanggar Sila ke-3 yaitu “Persatuan Indonesia”. Jadi, jika seseorang melakukan tindakan yang mendiskriminasi orang lain berdasarkan suku, agama, ras, atau kelas, ini termasuk pengecualian bagi sikap positif terhadap Pancasila.
  3. Korupsi: Korupsi dapat diinterpretasikan sebagai pelanggaran terhadap Sila ke-4 “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Umumnya, dalam kasus korupsi, kepentingan individu atau kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
  4. Melanggar Hukum: Menentang atau melanggar hukum termasuk pengecualian dalam sikap positif terhadap Pancasila. Hukum dijaga untuk menjaga persatuan dan kesatuan, dan juga untuk menghormati hak dan kebebasan individu. Jika seseorang mengabaikan hukum, mereka memandang ringan nilai-nilai Pancasila.

Perlu dicatat bahwa pengecualian ini bukan berarti negara atau individu bebas atau diizinkan untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut. Sebaliknya, ini menunjukkan bahwa ada situasi atau kondisi di mana perilaku dan tindakan individu tidak selaras dengan nilai-nilai yang dipegang oleh ideologi Pancasila.

Adanya pengecualian ini mendorong kita sebagai warga negara untuk terus mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari. Dalam rangka membangun keadilan dan kesejahteraan yang merata, perlu adanya komitmen yang kuat dari semua elemen bangsa untuk bersama-sama merealisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari secara sistematis dan konsisten.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *