Sadam Husein, bekas Presiden Iraq, adalah seorang pemimpin yang kontroversial dan sering dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Salah satu tragedi paling mengejutkan selama kekuasaannya adalah usaha bunuh massal terhadap suku Kurdi di Iraq Selatan. Pelanggaran HAM ini dikenal dengan nama Operasi Anfal.
Usaha Membunuh Massal Suku Kurdi
Tragedi ini terjadi sekitar akhir 1980-an, selama Perang Iran-Iraq. Sadam Husein dilaporkan telah memerintahkan serangan kimia terhadap penduduk Kurdi seperti serangan Halabja pada 1988. Pasukan Sadam juga dilaporkan melakukan genosida terhadap populasi Kurdi dalam rangka melawan pemberontakan Kurdi.
Peristiwa ini mengakibatkan kematian hingga 100.000 hingga 200.000 orang Kurdi dan mengevakuasi jutaan lainnya. Dampak langsung dari serangan ini masih dirasakan hingga saat ini, baik dalam bentuk trauma psikologis maupun efek lingkungan dan kesehatan, seperti tingkat kelahiran cacat dan kanker yang lebih tinggi di antara populasi Kurd.
Operasi Anfal
Operasi Anfal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kampanye penghancuran tak terhitung jumlah desa Kurdi dan pembunuhan massal penduduknya oleh rezim Sadam Husein. Kampanye ini bertujuan untuk memadamkan pemberontakan Kurdi dan memastikan kontrol penuh atas wilayah tersebut.
Operasi ini melibatkan penggunaan berbagai teknik penaklukan brutal, termasuk pembombaran udara, eksekusi massal, dan penggunaan gas sarin dan gas moster. Operasi ini dianggap sebagai salah satu contoh pelanggaran HAM paling ekstrim dalam sejarah.
Sikap Dunia Internasional dan Konsekuensinya
Pada bulan Desember 2005, Sadam Husein diadili oleh Pengadilan Kejahatan Internasional atas perannya dalam Operasi Anfal. Pada bulan November 2006, ia ditemukan bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk genosida, dan dihukum mati.
Insiden tragis ini menyoroti pentingnya upaya global untuk mencegah pelanggaran HAM dan mencari keadilan bagi korban pelanggaran HAM.