Buah dari permohonan perdamaian yang diusulkan oleh klan Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW, Surat Al-Kafirun turun sebagai jawaban. Yang mana ini menunjukkan penolakan terhadap permintaan mereka untuk bergantian dalam melaksanakan ibadah.
Konteks Turunnya Surat Al-Kafirun
Respon Allah SWT kepada permintaan tidak masuk akal dari Quraisy dituangkan dalam Surat Al-Kafirun. Quraisy, yang saat itu merupakan pemimpin terkemuka dan dakwah Islam cukup kuat di Makkah, mengusulkan perdamaian dengan syarat bahwa Nabi Muhammad dan umat Islam harus mengakui dan menyembah tuhan-tuhan mereka. Sebagai balasannya, mereka akan menyembah Allah pada tahun berikutnya.
Permintaan ini diatur dengan keyakinan bahwa akan ada pengakuan timbal balik antara agama dan tradisi, sehingga membuka kesempatan untuk memperkuat hubungan politik dan sosial. Namun, usulan Quraisy ini tidak sesuai dengan prinsip monoteisme yang ditegakkan Islam, di mana hanya Allah yang berhak disembah.
Identitas Orang Kafir Quraisy
Sederet nama anggota Quraisy terkait dengan permintaan kompromi ini. Beberapa sumber mencatat bahwa mereka adalah ‘Utba bin Rabi’ah, Shaibah bin Rabi’ah, Abu Jahal bin Hisham, Umayyah bin Khalaf, dan lainnya. Mereka dianggap tokoh penting dan berpengaruh dalam lingkungan Quraisy serta berperan aktif dalam melawan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Makna surat Al-Kafirun
Respon terhadap usulan Quraisy itu datang melalui wahyu, Surat Al-Kafirun. Surat ini berisi penegasan bahwa Islam adalah agama yang tegas dalam prinsip Tawhid, yakni keyakinan pada satu Tuhan. Bait pertama sampai terakhir menolak praktek politeisme dan meyakinkan bahwa tidak ada kompromi dalam ibadah. Surat Al-Kafirun menunjukkan bahwa umat Islam memiliki keyakinan dan prinsip yang kokoh, tidak bisa goyah hanya karena permintaan dari pihak luar.
Penutup
Singkatnya, usulan Quraisy untuk bergantian dalam beribadah menunjukkan konflik antara monoteisme Islam dan politeisme Quraisy. Surat Al-Kafirun turun sebagai penolakan terhadap kompromi dan penegasan kembali prinsip Islam tentang penyembahan tunggal kepada Allah SWT. Ini juga berfungsi sebagai pengingat bahwa iman sepenuhnya kepada Tuhan tidak dapat ditukar dengan sesuatu yang lain.