Tragedi yang tidak biasa terjadi di Koja, Jakarta Utara. Istri yang ditinggal suami dan anak, membiarkan mereka membusuk selama berhari-hari di rumah, ini menggambarkan penderitaan yang terselubung di balik pandemi dan isolasi diri.
Latar Belakang Tragis: Pandemi dan Isolasi Diri
Pandemi COVID-19 merubah banyak hal dalam kehidupan sehari-hari, termasuk cara kita berduka dan berbagi kesedihan. Isolasi diri, yang seharusnya menjadi perlindungan yang aman dari virus, seringkali menjadi penjara emosi bagi banyak individu.
Perempuan di Koja ini, yang memilih untuk tetap tidak dikenal, ada dalam isolasi mandiri bersama suaminya dan anak mereka yang menderita gejala COVID-19. Sayangnya, mereka semua tidak mendapatkan pertolongan waktu yang cukup dan dia harus merelakan yang tercinta dalam suasana pengasingan.
Mengungkapkan Kenyataan Pahit: Ditinggalkan Sangat
Suaminya yang lebih dulu jatuh sakit, diikuti oleh anak mereka. Kondisi kesehatan mereka memburuk. Dengan akses terbatas ke layanan medis, dan lingkungan yang takut akan penyebaran virus, wanita malang ini harus menyaksikan keluarganya merana sampai meninggal.
Yang lebih tragis, tubuh suaminya dan anaknya membusuk selama berhari-hari. Aroma yang tidak dapat diabaikan akhirnya mengungkap tragedi tersebut kepada tetangga.
Mengarah ke Penyangkalan: Pengaruh Stigma dan Trauma
Meski tentu terdengar tidak masuk akal, tidak jarang orang yang berada dalam situasi ekstrem memilih penyangkalan sebagai mekanisme pertahanan. Mungkin melihat keluarga yang dikasihi membusuk menjadi terlalu banyak untuk ditangani dan akhirnya memilih untuk menyangkal realitas, mengisolasi dirinya dari rasa sakit itu.
Faktor lainnya bisa jadi adalah stigma. Di banyak masyarakat, stigma COVID-19 masih sangat kuat, yang bisa membuat orang merasa malu atau takut untuk mencari pertolongan.
Perlunya Pendekatan Empatis dan Pendukung
Kasus ini adalah ilustrasi tragis dari dampak psikologis yang bisa ditimbulkan oleh pandemi ini. Ada perlunya kita semua untuk mendukung satu sama lain lebih baik, dan itu termasuk menawarkan bantuan kepada mereka yang mungkin membutuhkannya.
Pandemi harus membuat kita memandang kesehatan mental sebagai prioritas, bersama dengan kesehatan fisik. Selama kita berjuang melawan virus ini, mari tak lupa untuk menyebarkan empati dan pengertian, dan ingat bahwa kita semua berada dalam perahu yang sama dalam badai ini.