Infak, yang juga dikenal sebagai aksi memberikan donasi atau sedekah di dalam Islam, adalah suatu tindakan yang sangat disarankan dan dipandang mulia. Namun, konteks dan niat di balik tindakan tersebut juga memiliki peran penting dalam menentukan nilai dan manfaat dari infak tersebut. Salah satu aspek yang sering menjadi pertanyaan adalah: Apakah menjadikan infak sebagai alat untuk mendapatkan pujian dari orang banyak dapat dikatakan bernilai atau tidak?
Riya’: Infak untuk Pujian
Tindakan melakukan infak dengan tujuan utama untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang banyak disebut dengan istilah “Riya'” dalam agama Islam. Riya’ bisa diartikan sebagai perilaku yang dilakukan seseorang dengan niat mendapatkan pengakuan atau pujian manusia, bukan Allah. Ini adalah suatu bentuk munafik (hipokrisi) dalam ibadah.
Perilaku Riya’ sering juga diistilahkan sebagai “menunjuk-nunjuk” atau “pamer” dalam bahasa sehari-hari. Seseorang yang melakukan Riya’ melakukan suatu tindakan kebaikan seperti infak, namun bukan dengan niat untuk menyenangkan Allah, tetapi untuk membuat orang lain terkesan dan memberikan pujian.
Dampak Riya’: Mengurangi Nilai Infak
Dalam Islam, niat adalah dasar dari setiap tindakan, termasuk infak. Jika seseorang melakukan infak dengan niat mendapatkan pujian dari orang banyak, maka nilai dari infak tersebut akan berkurang di mata Allah.
Dalam Hadits Qudsi, Allah berfirman: “Aku adalah yang paling tidak memerlukan sekutu, barangsiapa yang melakukan perbuatan yang dia persekutukan dengan-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan syiriknya.” (HR. Muslim)
Ini berarti bahwa ketika seseorang melakukan infak atau ibadah lain dengan tujuan mendapatkan pujian atau pengakuan dari manusia, Allah akan meninggalkan amalan tersebut.
Kesimpulan
Infak adalah tindakan mulia yang sangat disarankan dalam Islam. Namun, nilai dan manfaat dari infak sangat bergantung pada niat dari orang yang melakukannya. Menjadikan infak sebagai alat untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain, sebuah perilaku yang disebut Riya’, bukanlah sikap yang dituntut dalam ajaran Islam. Riya’ mengurangi nilai infak di mata Allah dan oleh karenanya harus dihindari. Setiap amalan baik, termasuk infak, seharusnya dilakukan dengan niat tulus untuk menyenangkan Allah, bukan manusia.