Prasangka adalah suatu kecenderungan untuk berpikir negatif atau positif berlebihan terhadap sesuatu berdasarkan persepsi awal kita, bahkan sebelum kita memiliki bukti atau pengalaman yang nyata dengan hal itu. Cara pandang ini, dalam banyak keadaan, bisa menampilkan sudut pandang yang salah dan berpotensi merugikan bagi orang yang menjadi sasaran prasangka tersebut. Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, menyatakan bahwa sebagian prasangka itu merupakan dosa. Hal ini dapat ditemukan dalam surah Al-Hujurat ayat 12.
Surah Al-Hujurat Ayat 12
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari kejelekan orang, dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang mau memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat: 12)
Interpretasi
Ayat ini menasehati umat Islam untuk menjauhi prasangka. Frasa ‘kebanyakan prasangka’ yang digunakan dalam ayat ini menjelaskan bahwa tidak semua prasangka itu buruk atau negatif, tetapi sebagian besar dari mereka memiliki potensi besar untuk merugikan orang lain dan diri sendiri.
Dalam konteks ini, prasangka negatif ditafsirkan sebagai membuat asumsi atau penilaian terhadap orang lain tanpa bukti atau pengetahuan yang akurat. Ini termasuk menuduh orang lain melakukan kesalahan, memandang rendah mereka, atau menganggap mereka kurang dari apa yang sebenarnya mereka peroleh.
Surah ini juga menegaskan bahwa mencari-cari kejelekan orang dan menggunjing juga termasuk dosa. Analogi memakan daging saudara yang sudah mati digunakan untuk merujuk pada ghibah, atau membicarakan keburukan orang lain di belakang mereka. Hal ini dilarang dalam agama Islam dan dianggap sebagai suatu dosa.
Pelajaran yang Dapat Diambil
Hal utama yang dapat kita pelajari dari Surah Al-Hujurat ayat 12 adalah pentingnya berlaku adil dan tidak membawa prasangka baik dalam berpikir maupun bertindak. Seperti layaknya prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan, ini relevan tidak hanya dalam konteks agama, tetapi juga dalam konteks sosial, profesional, dan personal.
Adalah penting bagi kita untuk selalu mencoba melihat yang terbaik dalam orang lain dan menahan diri dari membuat asumsi yang berlebihan atau penilaian terburu-buru berdasarkan pengetahuan awal kita mengenai mereka. Di sisi lain, kita juga harus berusaha untuk tidak mencari kejelekan orang lain, dan bukannya menggunjing, lebih baik kita mendorong dan mendukung satu sama lain.
Di dalam dan di luar konteks religius, prasangka dan penilaian tergesa-gesa sering kali menjadi penghalang untuk hubungan yang sehat dan produktif. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita semua untuk berusaha melepaskan prasangka dan selalu berusaha menjalin hubungan dengan orang lain berdasarkan penghargaan dan pengertian yang tulus.