Gerakan Permesta (Perjuangan Semesta) merupakan pemberontakan yang terjadi pada era pertengahan Republik Indonesia dan berpusat di Sulawesi Utara. Pemberontakan ini dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketidakpuasan beberapa pihak terhadap kebijakan politik pusat. Namun, dibalik gerakan ini juga ada dugaan kuat keterlibatan pihak asing. Bukti keterlibatan tersebut adalah dukungan logistik dan militari yang diberikan oleh CIA Amerika Serikat pada gerakan Permesta.
Dukungan CIA dan Efeknya pada Gerakan Permesta
Gerakan Permesta berawal pada tahun 1957, dan didokumentasikan oleh sejarawan bahwa gerakan ini diintensifkan oleh dukungan dari pihak asing, khususnya Central Intelligence Agency (CIA) dari Amerika Serikat.
CIA diduga memberikan bantuan senjata dan logistik kepada angkatan perang Republik Indonesia Bagian Timur (PRRI/Permesta). CIA juga dikabarkan mendukung penciptaan Angkatan Udara Permesta (Angkatan Udara Revolusioner), dengan mendatangkan pesawat tempur Catalina Flying Boat dan B-26 Invader serta seperti yang dikemukakan oleh penulis Amerika, Kathy Kadane, CIA memainkan peran yang besar dalam gerakan ini.
Bukti Lain Keterlibatan Pihak Asing
Selain bantuan logistik dan militer, ada bukti lain yang menegaskan keterlibatan pihak asing dalam Gerakan Permesta. Misalnya, adanya berbagai sumber yang melaporkan bahwa beberapa pilot asing dengan percaya diri menerbangkan pesawat tempur yang diserahkan kepada pemberontak.
Salah satu bukti nyata adalah keberadaan Allen Pope, seorang pilot Amerika yang terlibat secara langsung dalam gerakan ini. Pope ditangkap oleh tentara Indonesia saat pesawatnya ditembak jatuh di Ambon pada Mei 1958. Penangkapan ini menjadi pembuka tirai rahasia tentang adanya campur tangan Amerika Serikat dalam sejarah politik Indonesia.
Kesimpulan
Bantuan logistik dan militer CIA ke gerakan Permesta plus adanya bukti pendukung lainnya, seperti keberadaan pilot Amerika, Allen Pope, merupakan bukti kuat keterlibatan pihak asing dalam gerakan Permesta. Walau tujuan mereka bukan untuk menjatuhkan pemerintah Indonesia, namun aksi ini cukup memberi pengaruh signifikan terhadap kondisi Indonesia saat itu, termasuk memperpanjang durasi konflik.