Pada zaman pramodern Indonesia, sering kali terjadi percampuran antara budaya lokal dan pengaruh agama baru. Salah satunya adalah interaksi antara Raja Brawijaya, penguasa Majapahit pada pertengahan abad ke-15, dan Sunan Maulana Malik Ibrahim, salah satu dari sembilan wali yang berjasa dalam penyebaran Islam di Jawa. Pertanyaannya adalah, bagaimana respon Raja Brawijaya terhadap ajakan masuk Islam oleh Sunan Maulana Malik Ibrahim?
Hubungan antara Raja Brawijaya dan Sunan Maulana Malik Ibrahim
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk dipahami konteks kesejarahannya. Brawijaya, juga dikenal sebagai Brawijaya V, adalah raja terakhir Kerajaan Majapahit dan dikenal karena keberaniannya dalam menghadapi serangan musuh. Sementara itu, Sunan Maulana Malik Ibrahim adalah sufi dari Gujarat, India, yang datang ke Jawa dengan misi untuk menyebarkan ajaran Islam.
Menurut sejarah, Sunan Maulana Malik Ibrahim memulai misinya di Jawa pada sekitar tahun 1404 M, tepat sebelum Brawijaya naik tahta. Namun, kedua tokoh ini dipercaya bertemu dan berinteraksi di beberapa titik selama pemerintahan Brawijaya.
Respon Raja Brawijaya Atas Ajakan Masuk Islam
Sejarah mencatat bahwa Raja Brawijaya menunjukkan sikap terbuka terhadap agama baru yang dibawa oleh Sunan Maulana Malik Ibrahim. Meskipun tidak ada catatan resmi yang menunjukkan bahwa Brawijaya mengikuti ajaran Islam, beberapa sumber menyebutkan bahwa ia membiarkan Maulana Malik Ibrahim menyebarkan ajarannya di wilayah pemerintahannya.
Sikap toleran Raja Brawijaya ini adalah contoh pertama dari tradisi sincretik yang khas dalam budaya Jawa, yaitu penggabungan elemen dari berbagai tradisi agama dan kepercayaan. Brawijaya tampaknya lebih menghargai pemahaman spiritual dan filosofis Sunan Maulana Malik Ibrahim daripada mengadopsi sepenuhnya ajaran Islam.
Namun, jika dilihat dari pola penyebaran Islam di Jawa, tampak bahwa pengaruh Maulana Malik Ibrahim dan para wali lainnya cukup besar. Berbagai perubahan sosial dan budaya terjadi setelah penyebaran Islam ini, termasuk di Kerajaan Majapahit sendiri.
Kesimpulan
Meskipun Raja Brawijaya tidak menjadi Muslim, sikapnya yang terbuka dan toleran terhadap ajaran baru membuka jalan untuk penyebaran Islam di Jawa. Respon ini menunjukkan kebijakan fleksibel dan inklusif dari raja Majapahit, yang membiarkan keragaman budaya dan agama berkembang dalam kerajaannya. Dengan demikian, interaksi antara Brawijaya dan Maulana Malik Ibrahim memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia, terutama dalam konteks penyebaran Islam di Jawa.