Asuransi syariah merupakan sistem perlindungan berbasis nilai-nilai syariah dan prinsip-prinsip hukum Islam. Asuransi Syariah meyakinkan setiap peserta asuransi mendapatkan jaminan perlindungan dan pengecualian dari risiko tertentu. Apabila dihubungkan dengan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki struktur keuangan yang berbeda. Struktur tersebut berlaku berdasarkan pandangan syariah yang berpedoman pada Al-Quran dan Hadist.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai asuransi syariah, berikut adalah rukun-rukun asuransi syariah:
1. Akad (Perjanjian)
Akad dalam asuransi syariah merupakan perjanjian antara dua belah pihak yang setuju pada beberapa hal, meliputi objek asuransi, premi, dan manfaat. Akad menjadi perjanjian penting yang harus jelas dan transparan agar tidak menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
2. MAAFU’UL BIHI (Objek)
Objek di sini bisa berarti objek asuransi atau yang diasuransikan. Objek ini harus jelas dan dapat ditentukan sehingga tidak menimbulkan keraguan di kemudian hari.
3. MUSHTARI (Pembeli)
Mushtari dalam konteks asuransi syariah adalah pihak yang membeli asuransi atau peserta asuransi. Mushtari harus memiliki kapasitas dan kemampuan untuk menjalankan akad asuransi.
4. SIGHAT (Ijab Kabul)
Sighat adalah proses penyampaian dan penerimaan penawaran dari kontrak asuransi yang telah disepakati. Ijab adalah penawaran dari pihak penjual (asuransi), sedangkan kabul adalah penerimaan penawaran oleh pihak pembeli (peserta asuransi).
Beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah, Asuransi Syariah memberikan perlindungan dan jaminan kesejahteraan yang lebih baik bagi peserta asuransi. Melalui Rukun-rukun asuransi syariah ini, para peserta mampu memahami dan mengetahui hak serta kewajiban mereka sebelum menandatangani akad asurasi.