Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus berbicara seputar sistem hukum dan konstitusi sebuah negara. Sebagai referensi, kita akan gunakan sistem hukum Amerika Serikat dan Indonesia, karena dua negara ini memiliki perbedaan signifikan dalam hal suksesi kepresidenan.
Amerika Serikat: The Presidential Succession Act
Di Amerika Serikat, jika Presiden dan Wakil Presiden meninggal atau tidak mampu menjalankan tugas mereka, ketentuan seputar siapa yang akan mengambil alih posisi tersebut diatur dalam Presidential Succession Act. Menurut U.S. Code Title 3, Section 19, apabila Presiden dan Wakil Presiden tidak mampu menjalankan tugas mereka, maka jabatan Presiden akan diambil alih oleh Speaker of the House (Ketua Dewan Perwakilan Rakyat). Jika Speaker of the House juga tidak mampu, maka jabatan itu akan diambil alih oleh President pro tempore of the Senate (Presiden sementara Senat). Jika tetap tidak ada yang mampu, jabatan Presiden akan diambil alih oleh anggota Kabinet, berdasarkan urutan kepentingan departemen masing-masing.
Indonesia: Undang-Undang Dasar 1945
Sementara itu, di Indonesia, sistem suksesi kepresidenan berdasarkan konstitusi memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan Amerika Serikat. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7B, jika Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) wajib mengadakan sidang dalam waktu tiga puluh hari untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden baru. Jadi, sementara posisi kepresidenan kosong, menurut UUD 1945 Pasal 7C, tugas Presiden dijalankan oleh Menteri Negara Secara keseluruhan.
Itulah gambaran umum tentang apa yang terjadi jika Presiden dan Wakil Presiden meninggal dalam konteks Amerika Serikat dan Indonesia. Namun, penting digarisbawahi bahwa setiap negara memiliki sistem hukum dan konstitusional mereka sendiri yang mengatur garis suksesi presidensial, jadi jawabannya dapat berbeda tergantung negara yang ditanya.