Proses pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah proses yang panjang dan terperinci. RUU adalah bentuk dari regulasi hukum yang diajukan untuk dipertimbangkan oleh DPR. Di Indonesia, proses ini diregulasi oleh Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Berikut ini adalah tahap-tahap dalam proses pengajuan RUU:
1. Tahap Pra-Legislatif
Pada tahap ini, sebuah ide hukum dilembagakan menjadi sebuah draf RUU. Ide hukum tersebut bisa datang dari eksekutif, legislatif, atau bahkan masyarakat luas melalui penyusunan Naskah Akademik. Hal ini merupakan pertimbangan ilmiah yang digunakan sebagai basis penulisan RUU.
2. Tahap Legislatif
Tahap ini terdiri dari beberapa sub-tahap sebagai berikut:
a. Perumusan Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
Dalam Prolegnas, DPR diharuskan merumuskan daftar RUU yang akan dibahas dan ditargetkan selesai dalam satu periode DPR.
b. Pelarasan
Pelarasan mencakup pembahasan dan penyesuaian RUU yang diajukan oleh DPR dan Pemerintah.
c. Pembahasan RUU
RUU yang masuk ke dalam Prolegnas dibahas melalui beberapa tahapan, yaitu pembahasan pendahuluan (general consideration), pembahasan per pasal/per bab (consideration in detail), dan pengambilan keputusan.
d. Pengambilan Keputusan
Pada tahap ini, hasil pembahasan akan diputuskan menjadi sebuah UU atau ditolak. Keputusan ini diambil dalam sidang paripurna DPR.
3. Tahap Pasca-Legislatif
Di tahap ini, UU yang telah dihasilkan akan disahkan oleh Presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Proses pengajuan RUU hingga menjadi UU merupakan salah satu wujud dari proses check and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Melalui proses ini, terjaminlah proses pembuatan UU yang partisipatif dan dapat mengakomodir aspirasi masyarakat luas.