Ketika membicarakan panutan agama Islam, seorang manusia paling mulia yang diutus oleh Allah SWT untuk menjadi seorang Rasul dan Nabi, yakni Nabi Muhammad SAW., kita membahas tentang seorang individu dengan kedalaman pemikiran dan kecerdasan luar biasa. Beliau adalah contoh utama dari seorang yang cerdas dan bijaksana, yang memperoleh haknya melalui risalah dan wahyu-Nya.
Para sejarawan dan pakar telah memperdebatkan banyak aspek kehidupan Rasulullah SAW., tetapi ada beberapa hal yang tidak pernah diragukan oleh orang-orang yang mempelajari hidup dan misi Beliau: kecerdasan, integritas moral, dan komitmennya untuk kebenaran dan keadilan. Karena itu, setiap klaim yang bertentangan dengan prinsip ini, seperti menganggap bahwa Rasulullah SAW., bisa bersifat sebaliknya, adalah tidak mungkin dan tidak sesuai.
Rasulullah adalah Orang yang Cerdas
Sejak awak kecil hingga dewasa, Rasulullah SAW., telah menunjukkan tingkat kecerdasan yang tinggi. Hal ini dibuktikan melalui penyebaran agama Islam yang dilakukan secara bertahap dan sistematis. Rasulullah SAW., mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi, merealisasikan strategi yang cerdas dalam berbagai aspek termasuk pembinaan masyarakat, politik, ekonomi, hingga perang.
Begitu pula ketika beliau berinteraksi dengan orang lain, baik itu sahabat atau musuh sekalipun. Beliau memiliki kemampuan untuk memahami orang lain, menghargai pandangan mereka, dan menanggapinya dengan cara yang tepat dan efektif. Ini semua adalah bukti kecerdasan emosional yang tinggi.
Mustahil Rasulullah Bersifat Sebaliknya
Mengingat semua ini, hampir mustahil untuk membayangkan bahwa Rasulullah SAW., bisa bersifat sebaliknya. Beliau adalah pribadi yang berintegritas tinggi, dengan moral dan etika yang tidak tergoyahkan, serta pembawa risalah suci yang langsung berasal dari Tuhan. Sehingga, setiap tindakan dan pemikiran Beliau selalu dipandu oleh prinsip-prinsip ini.
Rasulullah adalah simbol kebenaran, keadilan, dan cinta kasih, dan setiap tindakan atau pendapat yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ini bukanlah dari Beliau. Seperti halnya kecerdasan, sifat-sifat mulia ini bukanlah sesuatu yang bisa datang dan pergi pada suatu individu, apalagi seorang Rasul dan Nabi.
Mengingat karakter dan contoh yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW., setiap umat Islam harus memahami dan menerima bahwa Beliau adalah orang yang cerdas, dan mustahil Beliau bersifat sebaliknya.
Jadi, jawabannya apa? Rasulullah SAW., adalah orang yang cerdas, dan tidak mungkin beliau bersifat sebaliknya. Ajaran dan prinsip-prinsipnya, yang membuat dunia lebih baik dan membawa kedamaian, cinta kasih, dan pencerahan bagi umat manusia, adalah bukti nyata kecerdasan dan kebijaksanaan Beliau.