Refleksi merupakan proses mendalam yang penting dalam pembelajaran. Melalui refleksi, peserta didik dapat mengambil kesimpulan daripada pengalaman mereka dan menggunakan informasi tersebut untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka. Dalam konteks pendidikan, guru biasanya mengakhiri sesi pembelajaran dengan meminta peserta didik untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari.
Namun, tidak semua pertanyaan memicu proses refleksi yang efektif. Untuk memastikan keberhasilan refleksi, pertanyaan harus dirancang dengan cara yang membangkitkan pemikiran kritis, analisis diri, dan intuisi. Jadi, apa yang bukan contoh pertanyaan refleksi yang dapat diajukan oleh Pak Romli pada siswa di akhir sesi pembelajaran?
Pertanyaan Faktual
Pertanyaan-pertanyaan yang hanya meminta peserta didik untuk mengingat fakta atau detail yang telah diajarkan, tidak merangsang proses refleksi. Misalnya, “Siapa nama tokoh dalam cerita yang baru saja kita baca?” atau “Apakah rumus dari Hukum Ohm?”
Pertanyaan dengan Jawaban ‘Ya’ atau ‘Tidak’
Pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ juga biasanya kurang efektif dalam merangsang refleksi. Sebagai contoh, “Apakah kamu mengerti materi yang diberikan hari ini?” Jadikan pertanyaan ini lebih reflektif dengan bertanya, “Apa bagian dari materi hari ini yang masih membuatmu bingung?”
Pertanyaan yang Memerlukan Pendapat Tanpa Dukungan
Pertanyaan yang tidak memerlukan justifikasi atau penjelasan juga bukan pemicu refleksi yang baik. Sebagai contoh, “Apakah kamu suka dengan penjelasan hari ini?” Lebih baik untuk bertanya, “Bagian mana dari penjelasan hari ini yang kamu anggap paling membantu dan mengapa?”
Pertanyaan yang Lebih Menekankan pada Hasil dari pada Proses
Pertanyaan yang hanya fokus pada hasil atau produk akhir, bukan proses, biasanya tidak efektif dalam merangsang refleksi. Sebagai contoh, “Berapa skor yang kamu dapat dalam kuis?” lebih baik diganti menjadi “Bagaimana strategi belajarmu dalam menyiapkan kuis ini dan bagaimana strategi tersebut mempengaruhi hasilnya?”
Dengan memahami jenis pertanyaan yang tidak efektif dalam merangsang refleksi, Pak Romli dapat merancang pertanyaannya dengan lebih baik untuk mendukung peserta didik dalam proses refleksi. Dengan melakukan ini, proses pembelajaran peserta didik dapat menjadi lebih mendalam dan berarti.