Indonesia telah melalui banyak perubahan sejak Reformasi 1998, yang diikuti oleh tragedi politik dan krisis ekonomi. Salah satu tantangan utama yang dihadapi negara ini adalah masalah dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Dwifungsi ABRI merujuk pada peran ganda ABRI dalam bidang pertahanan negara dan politik, yang telah lama menjadi sumber ketegangan dan kontroversi.
Presiden B.J. Habibie, yang menggantikan Soeharto sebagai presiden Indonesia pada Mei 1998, merupakan sosok yang berpengaruh dalam upaya menyelesaikan masalah dwifungsi ABRI. Berikut ini akan diuraikan beberapa langkah yang diambil oleh Presiden Habibie untuk menjawab tantangan ini.
Membatasi Peran ABRI dalam Politik
Salah satu langkah penting yang diambil oleh Presiden Habibie dalam menyelesaikan masalah dwifungsi ABRI adalah membatasi peran ABRI dalam politik. Pada Agustus 1998, Presiden Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 3/1998 tentang Pemisahan ABRI dan Kepolisian (Polri). Inpres tersebut menyatakan bahwa ABRI harus fokus pada penugasan pertahanan dan keamanan, sementara Polri bertanggung jawab atas penegakan hukum dan ketertiban masyarakat.
Mengurangi Keterlibatan ABRI di DPR
Sebagai bagian dari upaya membatasi peran politik ABRI, Habibie juga mengupayakan pengurangan jumlah kursi ABRI di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelum reformasi, sebanyak 75 kursi di DPR diperuntukkan bagi perwakilan ABRI, yang dikenal sebagai keterlibatan “fraksional” ABRI dalam politik. Pada tahun 1999, jumlah kursi perwakilan ABRI di DPR dikurangi menjadi 38 kursi, dan pada tahun 2004, sepenuhnya dihapuskan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu.
Reformasi Internal ABRI
Presiden Habibie juga mengupayakan reformasi internal di dalam ABRI. Pada Desember 1998, sejumlah perubahan struktural diumumkan, termasuk pembentukan Dewan Kehormatan ABRI yang bertugas menegakkan kode etik dan disiplin prajurit ABRI, serta pembentukan Kepolisian Militer Indonesia (PMI) yang bertugas menjaga integritas institusi ABRI.
Mendorong Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum
Presiden Habibie juga berkomitmen dalam memperbaiki citra ABRI, terutama setelah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sepanjang era Orde Baru. Habibie menyatakan mendukung penuntasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM.
Meskipun Presiden Habibie hanya menjabat selama kurang lebih 17 bulan, langkah-langkah yang diambilnya dalam mengatasi masalah dwifungsi ABRI telah menjadi dasar bagi perubahan lebih lanjut dalam sektor pertahanan dan keamanan Indonesia. Upaya Habibie membantu mendorong reformasi yang lebih demokratis di dalam ABRI dan memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan nasional tersebut.