Salat tarawih adalah ibadah khusus yang dilaksanakan umat Islam di seluruh dunia selama bulan Ramadhan. Jumlah rakaat tarawih bervariasi antara madzhab dan kebiasaan lokal, menunjukkan kediversifikan dalam praktek ibadah dalam Islam. Ini bisa menjadi sumber pertanyaan dan perdebatan tentang ‘jumlah rakaat yang benar’ dalam salat tarawih. Namun, salah satu prinsip utama dalam Islam adalah menghargai perbedaan dan toleransi. Memahami dan menghargai perbedaan jumlah rakaat dalam salat tarawih adalah salah satu wujud dari akhlak mulia ini.
Mengapa Jumlah Bilangan Rakaat Salat Tarawih Bervariasi?
Perbedaan dalam jumlah rakaat salat tarawih berasal dari perbedaan interpretasi dan praktek yang berkaitan dengan bagaimana Nabi Muhammad SAW melaksanakan ibadah ini. Menurut madzhab Hanafi dan Hanbali, salat tarawih dilakukan 20 rakaat, sedangkan madzhab Syafii dan Maliki merekomendasikan 36 rakaat. Di sisi lain, ada beberapa hadis yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan 8 rakaat salat tarawih, ditambah 3 rakaat salat witir, menjadikan totalnya menjadi 11 rakaat.
Menghargai Perbedaan Interpretasi dan Praktek
Belajar untuk menghargai perbedaan ini, bukan berniat membuangnya menjadi hal ajaib dalam umat Islam. Setiap Muslim memiliki hak untuk mengikuti interpretasi dan praktek apa pun yang mereka yakini dengan penuh keyakinan dan tanpa rasa takut mengomentari pilihan orang lain. Ketika seseorang belajar untuk menghargai perbedaan, mereka mencapai tujuan akhir dari akhlak mulia, yaitu rasa kasih dan rasa hormat terhadap keragaman.
Malam Ramadhan adalah tentang ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah; bukan tentang pertengkaran dan perselisihan. Sebaiknya, fokuskan waktu dan upaya kita pada ibadah kita dan untuk meningkatkan tekad kita untuk menjadi Muslim yang lebih baik.
Kesimpulan
Memahami dan menghargai perbedaan jumlah rakaat dalam salat tarawih merupakan manifestasi nyata dari “akhlak mulia” – salah satu karakteristik utama yang sepatutnya dimiliki oleh umat Islam. Memiliki kemampuan untuk menghargai dan menghormati perbedaan pendapat dan praktek, bahkan dalam hal-hal semacam ritus ibadah, menunjukkan kedewasaan dan toleransi yang merupakan bagian penting dari ajaran Islam. Dalam konteks ini, selama kita semua berusaha mendekatkan diri kepada Allah, tidak ada masalah dengan berbeda pendapat. Ingatlah bahwa dalam keragaman kita, kita menemukan kekayaan, dan dalam perbedaan kita, kita menemukan kekuatan.