Perkawinan di bawah umur menjadi isu yang tidak asing lagi di banyak masyarakat. Terlepas dari adanya undang-undang yang secara eksplisit mengatur batas usia minimum untuk menikah, fenomena ini tetap marak di beberapa wilayah. Pada dasarnya, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi masih terjadinya perkawinan di bawah umur tersebut.
1. Faktor Budaya
Dalam banyak masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan masyarakat adat, perkawinan di bawah umur sering dianggap sebagai tradisi yang wajar. Dalam beberapa kasus, perkawinan di bawah umur bahkan dianggap sebagai cara untuk memperkuat hubungan antar keluarga atau suku. Kadang-kadang, ini juga dilakukan sebagai tindakan pencegahan terhadap peristiwa yang dianggap aib, seperti kehamilan di luar nikah.
2. Faktor Ekonomi
Faktor lain yang berperan penting dalam perkawinan di bawah umur adalah kondisi ekonomi. Beberapa keluarga mungkin merasa bahwa dengan menikahkan anak perempuannya secara dini, mereka bisa mengurangi beban ekonomi dalam rumah tangga. Selain itu, perkawinan dini juga terkadang dikaitkan dengan adanya mahar atau tebusan yang harus dibayarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
3. Kurangnya Pendidikan
Lack of education also plays a significant role in underage marriages. Families with lower levels of education often have traditional beliefs, including about early marriage. They may not understand the legal age difference or even know about marriage laws.
4. Kekerasan dan Pelecehan
Sayangnya, kasus kekerasan dan pelecehan seksual juga seringkali menjadi pemicu perkawinan di bawah umur. Dalam beberapa situasi, korban pelecehan seksual dipaksa untuk menikahi pelaku sebagai “solusi” guna menghindari aib dan stigma sosial.
Sementara itu, undang-undang tentang perkawinan yang sudah mengatur syarat perkawinan memiliki sejumlah tantangan dalam penerapannya, termasuk kurangnya pengetahuan masyarakat, penegakan hukum yang lemah, dan toleransi sosial terhadap perkawinan di bawah umur. Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi masalah ini bukan hanya melibatkan perubahan hukum, tetapi juga pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan perubahan norma sosial.