Usaha mantan Presiden Republik Indonesia, Soeharto, dalam membentuk kabinet reformasi pada era akhir pemerintahannya mengalami kegagalan. Tak hanya menjadi penanda akhir dari era Orde Baru yang telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade, kegagalan ini juga menjadi titik balik sejarah politik Indonesia. Berikut adalah beberapa faktor yang menjadi penyebab usaha ini gagal.
Alasan Utama: Ketidakpercayaan Masyarakat
Awal usaha ini dilakukan sebagai respon dari Presiden Soeharto terhadap tekanan sosial dan politik yang semakin meningkat pada saat itu. Sayangnya, usaha ini dianggap sebagian besar masyarakat sebagai taktik politik belaka. Kepercayaan publik terhadap Soeharto telah berkurang drastis, dan usaha ini tidak cukup untuk memulihkan penilaian tersebut. Respon masyarakat ini menggambarkan kurangnya kepercayaan terhadap kebijakan reformasi yang diajukan oleh Soeharto dan kabinetnya.
Kekuatan Orde Baru Mengendur
Era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto adalah masa di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia berkembang pesat. Namun, di balik itu, terjadi banyak pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi. Kekuatan Orde Baru melunak di akhir 1990-an di tengah krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia. Ada juga gesekan internal dalam pemerintahan dan elit politik yang semakin meningkat.
Tekanan Internasional dan Nasional
Pada akhir era Orde Baru, Indonesia berada di bawah tekanan internasional dan nasional yang besar. Organisasi internasional dan negara-negara donor menuntut perubahan demokratis dan reformasi ekonomi. Di tingkat nasional, ada banyak demonstrasi dan unjuk rasa yang menuntut Soeharto untuk mengundurkan diri. Tekanan ini menjadi semakin kuat dan tidak bisa diabaikan oleh Soeharto dan kabinetnya.
Krisis Ekonomi
Pada 1997-1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang parah. Krisis ini memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan tingkat pengangguran. Sebagai akibatnya, banyak orang kehilangan keyakinan mereka terhadap kemampuan pemerintah untuk mengatasi krisis. Krisis ini menjadi lebih buruk ketika IMF memberlakukan program pemotongan belanja dan pemotongan subsidi. Hal ini semakin memperburuk perekonomian dan menambah rasa ketidakpuasan masyarakat.
Sementara Soeharto mungkin telah memiliki niat baik dalam membentuk kabinet reformasi, namun faktor-faktor di atas telah mendestabilisasi posisinya dan akhirnya menghancurkan upayanya. Ini membuktikan betapa pentingnya kepercayaan publik dan stabilitas politik dalam melakukan reformasi pemerintahan.