Sekolah

Memahami dan Menghargai Perbedaan Jumlah Bilangan Rakaat dalam Pelaksanaan Shalat Tarawih

×

Memahami dan Menghargai Perbedaan Jumlah Bilangan Rakaat dalam Pelaksanaan Shalat Tarawih

Sebarkan artikel ini

Shalat Tarawih adalah ibadah khusus yang dilakukan di bulan Ramadan setelah shalat Isya’. Menurut mayoritas ulama, shalat ini dilakukan sebanyak 20 rakaat. Namun, ada juga golongan yang memiliki kepercayaan lain, melaksanakannya hanya 8 atau 11 rakaat selaras dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Meski ada perbedaan pendapat, esensi yang paling penting dari shalat tarawih adalah memuja dan berdoa kepada Allah SWT. Bagaimana kita bisa memahami dan menghargai perbedaan jumlah bilangan rakaat ini?

Sejarah dan Perbedaan Pendapat

Untuk lebih memahami perbedaan ini, kita perlu merujuk pada sejarah dan Hadis. Dalam Hadis Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW biasanya melakukan 11 rakaat (8 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir) dalam shalat malam termasuk di bulan Ramadan. Namun, beliau tidak pernah membatasi jumlah rakaat dan mengatakan bahwasanya malam itu panjang bagi umatnya untuk beribadah.

Di sisi lain, Sahabat Nabi, Umar bin Khatab RA, adalah orang yang memulai tradisi shalat tarawih berjamaah di masjid dan melakukan 20 rakaat. Ini didasarkan pada premis bahwa masyarakat luas dapat lebih mudah menghitung dan mengatur jumlah rakaat.

Toleransi dan Menghargai Perbedaan

Perbedaan pendapat dalam jumlah rakaat shalat tarawih seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan di kalangan umat Islam. Kita harus memahami bahwa perbedaan-perbedaan ini adalah bagian dari fleksibilitas dan toleransi yang diajarkan oleh Islam. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW mentolerir berbagai cara dan tradisi beribadah yang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya, kita juga harus saling mentolerir dan menghormati perbedaan pendapat.

Dalam konteks ini, para ulama juga sepakat bahwa jumlah rakaat tarawih bukanlah masalah pokok (fardhu) yang harus dipatuhi, tetapi lebih kepada masalah furu’iyah atau cabang (sunnah) yang boleh diperdebatkan. Dalam hal ini, yang terpenting adalah kualitas dan khusyuk dalam shalat tarawih, bukan kuantitas rakaat.

Kesimpulan

Sebagai umat Islam, kita didorong untuk memahami dan menghargai perbedaan jumlah bilangan rakaat dalam pelaksanaan shalat tarawih. Bukannya saling menyalahkan, sebaiknya kita saling mendorong untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang Islam dan berbagai aspek ibadahnya. Dengan demikian, kita dapat menghidupkan suasana Ramadan dengan penuh kedamaian, toleransi, dan kebersamaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *