Dalam praktik ketatanegaraan, ada beberapa hukum dan konstitusi yang kerap dikenal orang banyak. Hukum-hukum ini bisa bersifat tertulis, seperti undang-undang, atau tak tertulis, yang lebih berfungsi sebagai kode etik dan norma yang diterapkan secara luas. Namun, apa sih sebenarnya hukum dasar yang tidak tertulis namun berlaku dalam praktik ketatanegaraan? Hukum dasar ini dinamakan hukum konstitusi tak tertulis, atau lebih dikenal dengan sebutan “konvensi konstitusi”.
Konvensi konstitusi adalah prinsip-prinsip hukum tak tertulis yang memiliki otoritas dalam sistem hukum sebuah negara. Meskipun tak tertulis, namun peran dan pengaruhnya tak kalah penting. Fungsinya adalah untuk mengisi kekosongan, menjawab pertanyaan, atau menyelesaikan masalah yang tidak diatur secara eksplisit oleh konstitusi tertulis. Konvensi konstitusi juga memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Sebagai contoh, dalam sistem pemerintahan Inggris, konvensi konstitusi memainkan peran penting. Salah satunya adalah konvensi bahwa Raja atau Ratu Inggris tidak akan menolak memberikan persetujuannya (Royal Assent) terhadap rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Parlemen. Konvensi ini bukanlah hukum tertulis, namun telah menjadi norma dalam praktik ketatanegaraan di Inggris.
Bagaimana dengan pemberlakuan konvensi konstitusi ini di hukum ketatanegaraan Indonesia? Untuk Indonesia, secara umum sistem hukumnya lebih berbasis teks hukum tertulis, yakni UUD 1945. Namun, tidak menutup kemungkinan konvensi konstitusi juga berlaku, misalnya terkait norma-norma luhur dalam bernegara seperti Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Secara keseluruhan, bisa kita simpulkan bahwa hukum dasar yang tidak tertulis namun berlaku dalam praktik ketatanegaraan adalah konvensi konstitusi. Meski tak tertulis, peran dan fungsinya tidak kalah penting dalam menjaga tata kelola pemerintahan yang baik, seimbang, dan adil.