Pertanyaan tentang status, hak dan identitas anak yang lahir di luar nikah seringkali menghasilkan diskusi yang sengit di berbagai lingkungan. Dalam konteks ini, let’s dive deeper into the matter.
Anak yang lahir dari hubungan di luar nikah sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan sosial dan hukum. Hal ini memang tergantung pada hukum dan kebiasaan masyarakat yang berlaku di daerah masing-masing orang.
Untuk memahami posisi ini, kita perlu melihat dari berbagai sudut pandang, terutama dari aspek hukum dan norma sosial.
Hukum
Dalam hukum di banyak negara, status anak biasanya akan mengikuti ibunya jika dia lahir di luar nikah dan ayahnya tidak mengakuinya. Artinya, nasab atau garis keturunan anak tersebut akan mengikuti ibunya. Hal ini didesain untuk melindungi hak-hak anak, seperti warisan dan hak untuk mendapatkan perlindungan dan perawatan.
Norma Sosial
Di sisi lain, norma sosial di banyak masyarakat cenderung lebih kompleks dan tidak selalu sejalan dengan hukum. Dalam beberapa masyarakat, anak yang lahir di luar nikah tetap dianggap memiliki garis keturunan dari ayahnya, meski ayahnya tidak menikah dengan ibunya. Norma sosial ini biasanya berakar pada tradisi, agama, atau keyakinan setempat.
Namun, dalam banyak kasus lain, anak yang lahir di luar nikah seringkali dianggap oleh masyarakat sebagai bagian dari nasab ibu saja, karena tidak ada ikatan hukum formal yang mengikat ayahnya.
Itulah garis besar mengenai nasab anak yang lahir dari hubungan di luar nikah. Meski mungkin ada beberapa pengecualian dan variasi tergantung pada hukum dan norma sosial di suatu tempat, namun pada umumnya, anak akan mengikuti garis keturunan ibunya jika tidak ada lelaki yang menikah dengan ibu tersebut setelah kelahirannya.
Kuncinya di sini adalah perlindungan terbaik untuk anak. Memprioritaskan kepentingan anak dalam situasi ini penting untuk memastikan mereka mendapatkan perlindungan dan perawatan yang mereka butuhkan, terlepas dari keadaan lahir mereka.