Selama kurun waktu 1968-1970, Indonesia mengalami perubahan politik yang signifikan. Era ini ditandai dengan upaya pemerintahan Orde Baru untuk mengkonsolidasikan dan meredam peran perpolitikan dalam tatanan nasional. Bagian integril dari proses ini adalah pengelompokkan dan kemudian penyederhanaan partai-partai politik.
Pada tahun 1968, pemerintah Orde Baru, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, melakukan revisi atas struktur partai politik. Sejumlah partai politik dipersilakan untuk bergabung dalam kelompok politik yang lebih besar dan lebih terstruktur. Proses ini dikenal sebagai ‘pengelompokkan partai’, yang dirancang untuk mengurangi fragmentasi dalam politik Indonesia dan memperkuat peran pemerintah dalam menentukan arah politik nasional.
Dua tahun kemudian, pada tahun 1970, pemerintah melanjutkan proses ini dengan ‘penyederhanaan partai’. Dalam proses penyederhanaan, jumlah partai politik dikurangi menjadi hanya dua: Golongan Karya (Golkar) yang menjadi representasi dari pemerintah, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang menjadi partai oposisi.
Langkah-langkah ini bisa dipandang sebagai upaya oleh pemerintahan Orde Baru untuk mengendalikan perpolitikan dan membatasi peran partai-partai politik dalam proses pengambilan keputusan politik. Dengan menempatkan diri sebagai pihak yang menguasai jalannya politik, pemerintah Orde Baru berusaha untuk memperkuat posisinya dan mempertahankan konsistensi dalam kebijakannya.
Namun, perubahan ini juga menghasilkan masalah. Beberapa partai politik merasa kehilangan suara dan tidak diberi kesempatan yang cukup untuk mempengaruhi jalannya politik di Indonesia. Ini menciptakan ketegangan antara pemerintah dan partai-partai politik, dan mendorong meningkatnya perlawanan dan kritik terhadap pemerintah Orde Baru.
Secara keseluruhan, pengelompokkan dan penyederhanaan partai politik selama kurun waktu 1968-1970 bisa dipandang sebagai upaya orde baru untuk mengendalikan dinamika politik dan menjaga konsistensi kebijakan mereka.