Iman secara sederhana dapat digambarkan sebagai kepercayaan seseorang pada sesuatu. Dalam banyak konteks, kondisi dapat merujuk pada keyakinan agama, filosofis, atau ideologis. Dalam konteks ini, jika iman didefinisikan sebagai pendirian yang diwujudkan dalam bentuk bahasa dan perilaku, maka iman bisa diasosiasikan dengan istilah identitas pribadi dan budaya.
Begitu seseorang menganut suatu iman, hal ini tidak hanya terlihat dalam ucapan mereka tetapi juga dalam perilaku mereka sehari-hari, termasuk bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain, bagaimana mereka memandang dunia, serta bagaimana mereka membuat rumor. Dengan kata lain, iman menjadi bagian integral dari identitas mereka.
Selain itu, iman juga dapat diidentifikasi dengan istilah budaya. Menurut antropolog Clifford Geertz, agama (yang bisa dikatakan mencakup konsep iman) adalah sistem simbolik yang bertindak untuk menghasilkan motivasi dan “mood” yang kuat dan berkesinambungan dengan memberikan rumusan umum tentang eksistensi.
Dalam hal ini, bahasa dan perilaku yang mencerminkan iman kita sejatinya adalah simbol budaya dari kelompok yang kita identifikasi. Anda mungkin pernah melihat bagaimana ritual dan bahasa tertentu menggambarkan kebiasaan dan kepercayaan suatu kelompok agama atau etnis, yang pada akhirnya membentuk karakteristik khas dari individu maupun kelompok tersebut.
Iman, identitas personal, dan budaya saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Dengan memiliki iman, kita mendefinisikan siapa kita dan bagaimana kita memandang dunia. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi iman sebagai pendirian yang diwujudkan dalam bahasa dan perilaku merujuk ke konsep identitas dan budaya.
