Masyarakat modern sering kali terbawa oleh arus konsumerisme yang mengedepankan keinginan akan materi lebih daripada mencukupi kebutuhan. Oleh karena itu, kepuasan diri sering kali menjadi hal yang sulit dicapai. Namun, dalam konteks kehidupan spiritual atau agamis, terdapat suatu konsep yang bisa membantu kita untuk menerima apa adanya dan menjauhkan diri dari rasa tidak puas, yaitu berarti “Ikhtiar dan Tawakal”.
Terlebih dahulu, mari kita pahami apa arti dari kedua kata tersebut. Ikhtiar adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan hidup nya, sedangkan tawakal adalah sikap menerima dan menyerahkan segala hasil usaha dan ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan dengan lapang dada. Ini mencakup rasa rela menerima apa yang telah diberikan oleh-Nya dan menjauhkan diri dari rasa tidak puas.
Lantas, bagaimana cara mewujudkan ikhtiar dan tawakal dalam kehidupan sehari-hari?
Ikhtiar dan tawakal saling terkait. Sebagai manusia, kita dituntut untuk berikhtiar atau berusaha sebaik mungkin dalam hidup ini. Namun, hasil akhir dari usaha kita bukanlah hal yang sepenuhnya berada di bawah kontrol kita. Inilah saat tawakal menjadi relevan.
Kita perlu memahami bahwa tidak semua yang kita inginkan akan kita dapatkan. Hal ini bukan berarti usaha kita tidak berarti, melainkan merupakan perwujudan dari rahmat dan ketetapan Allah SWT yang Maha Mengetahui. Oleh karena itu, dengan sikap tawakal, kita menerima dengan rela apa yang telah Allah SWT berikan kepada kita dan menjauhkan diri dari rasa tidak puas.
Pada akhirnya, sikap ikhtiar dan tawakal ini yang akan membawa kita kepada ketenangan hati dan kepuasan dalam hidup, serta merupakan cara kita menjalankan perintah dan cinta kita kepada Allah SWT.
