Anggapan bahwa perubahan sosial selalu diasosiasikan dengan adanya konflik kelas sehingga menjadi pemicu terjadinya pergolakan dan kemajuan sosial adalah ide yang sering mengemuka dalam berbagai teori sosiologi. Konsep ini mengarah pada pemahaman bahwa interaksi antara kelas-kelas sosial yang berbeda sering kali menghasilkan tekanan dan konflik yang akhirnya menciptakan perubahan.
Tokoh yang paling terkenal dalam mengartikulasikan ide tersebut adalah Karl Marx. Marx adalah seorang filsuf, ekonom, dan sosiolog asal Jerman yang umumnya dikenal sebagai bapak Komunisme. Marx berpendapat bahwa konflik kelas merupakan motor penggerak sejarah dan perubahan dalam struktur masyarakat. Menurut teori Marx, masyarakat dibagi menjadi dua kelas utama, yaitu kelas borjuis atau pemilik produksi dan kelas proletar atau pekerja.
Marx menguraikan pemikirannya dalam banyak karyanya, yang paling terkenal adalah bukunya yang berjudul “Komunisme Manifesto” yang ditulisnya bersama Friedrich Engels. Dalam bukunya, Marx mengidentifikasi adanya tekanan dan ketegangan sosial yang dihasilkan dari konflik antara kelas-kelas sosial ekonomi yang berbeda.
Menurut Marx, borjuis, yang memegang kendali atas produksi, secara sistematis mengeksploitasi proletariat, yang menjual tenaga kerja mereka demi bertahan hidup. Eksploitasi ini menciptakan konflik di antara dua kelas tersebut, dan konflik ini, menurut Marx, akhirnya akan melahirkan perubahan sosial. Perubahan ini dapat berupa revolusi dimana proletariat akan mengambil alih produksi dari tangan borjuis dan membentuk masyarakat komunis yang tanpa kelas.
Oleh karena itu, menurut Karl Marx, semua perubahan sosial adalah hasil dari konflik kelas dalam masyarakat. Meskipun ada banyak kritik dan penentangan terhadap teori Marx, tidak diragukan lagi bahwa ide-idenya telah memiliki pengaruh besar dalam pemahaman kita tentang dinamika sosial dan perubahan.