Konteks dan Definisi
‘Di luar kawin’, seperti yang terdefinisi dalam konteks hukum Indonesia, merujuk kepada anak yang lahir dari hubungan yang tidak sah berdasarkan hukum perkawinan yang berlaku. Anak tersebut mungkin lahir dari hubungan yang bukan nikah resmi atau dalam situasi dimana seorang wanita hamil dari pihak ketiga selagi masih dalam ikatan perkawinan. Di sini kita akan membahas status hukum anak di luar kawin dalam hal waris, baik menurut KUHPerdata maupun KHI (Kompilasi Hukum Islam).
Anak di Luar Kawin dalam KUHPerdata
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP), anak yang lahir di luar nikah bukanlah anak yang sah. Mereka biasa disebut sebagai “anak luar kawin” atau dalam bahasa Belanda “onecht kind”. Dalam konteks pewarisan, anak di luar kawin tidak memiliki hak waris dari ayahnya karena ayahnya dianggap tidak mempunyai hubungan kekeluargaan yang sah dengan anak tersebut. Tetapi, anak tersebut masih memiliki hak atas harta warisan dari ibunya.
Anak di Luar Kawin dalam KHI
Sementara itu, berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, anak hasil dari pernikahan yang tidak sah (siri) memiliki hak yang sama dengan anak dari pernikahan yang sah dalam hal warisan. KHI mengakui bahwa anak tersebut mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayah dan ibunya, dan oleh karena itu berhak atas bagian warisan.
Kesimpulan
Perbandingan mengenai status hukum anak di luar kawin dalam hal waris menurut KUHPerdata dan KHI menunjukkan adanya ketidakseimbangan. Dalam hukum perdata, anak tersebut tidak memiliki hak atas warisan dari ayahnya, sedangkan dalam hukum Islam, mereka diberikan hak yang sama dalam menerima bagian warisan. Diskrepansi ini menghighlight bagaimana perlakuan hukum terhadap anak di luar kawin dapat bervariasi tergantung pada hukum yang diterapkan. Penting untuk menjalankan diskusi hukum yang lebih luas untuk menyelaraskan dan menyesuaikan perbedaan ini, guna mencapai perlakuan yang adil dan setara bagi semua pihak.