Ketertinggalan budaya atau yang sering disebut dengan cultural lag merupakan fenomena sosial yang menunjukkan adanya kesenjangan antara unsur-unsur dalam budaya itu sendiri. Hal ini biasanya terjadi ketika perubahan teknologi atau inovasi terjadi dengan sangat cepat, sementara aspek sosial dan moral dalam masyarakat justru lambat dalam menyesuaikan diri.
Fenomena ini pertama kali diungkap oleh sosiolog William F. Ogburn pada tahun 1922, yang mengamati adanya inovasi yang pesat dalam teknologi tidak diiringi dengan penyesuaian norma sosial dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Apa Itu Cultural Lag?
Cultural lag merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesenjangan antara unsur material dan nonmaterial dalam budaya. Unsur material mencakup teknologi, infrastruktur, dan segala hal yang berwujud dalam kehidupan sehari-hari. Unsur nonmaterial mencakup norma, hukum, dan kebiasaan sosial yang ada dalam masyarakat.
Dalam dunia yang semakin maju ini, terjadi perubahan-perubahan pesat dalam unsur material. Namun, unsur nonmaterial seperti hukum dan norma sosial, sering kali terlambat dalam merespon dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan ini.
Bagaimana Cultural Lag Dapat Terjadi?
Cultural lag dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti:
- Teknologi: Perubahan teknologi yang sangat cepat seringkali tidak diiringi dengan penyesuaian dalam hukum dan etika. Misalnya, undang-undang perlindungan data pribadi yang seringkali ketinggalan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
- Ekonomi: Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur bisa jadi tidak sejalan dengan peningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat.
- Pendidikan: Kurikulum pendidikan yang ketinggalan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fenomena cultural lag ini tentu menjadi perhatian serius, karena jika tidak ditangani dapat menimbulkan sejumlah masalah sosial.
Bagaimana Dampak Ketertinggalan Budaya atau Cultural Lag?
Ketertinggalan budaya dapat menimbulkan berbagai masalah dalam masyarakat, antara lain:
- Kesenjangan sosial: Cultural lag dapat menimbulkan kesenjangan sosial, di mana sebagian masyarakat dapat menikmati manfaat dari perkembangan teknologi, sementara sebagian lainnya justru terpinggirkan.
- Konflik hukum: Perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan penyesuaian hukum dapat menimbulkan konflik. Salah satu contoh nyata adalah munculnya berbagai kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial.
Cultural lag adalah fenomena yang tidak bisa dihindari dalam masyarakat yang dinamis. Perubahan akan selalu ada dan itulah yang menjadi tantangan bagi masyarakat untuk bisa menyesuaikan diri. Oleh karena itu, diperlukan sebuah upaya untuk meminimalisir dampak negatif dari cultural lag ini.
Jadi, jawabannya apa?
Keys to addressing a cultural lag include increased education and public awareness about the changes happening, updating legal and ethical guidelines to incorporate new technologies or ideas, and creating processes for societal adjustment to these changes. Limiting cultural lag’s negative consequences requires concerted effort and adaptation to emerging circumstances. As a society, we must strive to stay abreast of the changes happening around us, and act proactively to manage and adapt to these changes in a way that promotes equal access, fairness, and sustainability.