Kematian bukanlah akhir dari segalanya. Bagi beberapa orang, kematian hanyalah perubahan ekstrem lainnya dalam siklus kehidupan. Aku bukan pengecualian. Aku adalah hari dimana cinta dipertemukan – dimana cinta dan kesedihan berjalin menjadi satu.
Beberapa waktu lalu, pada pagi hari Selasa yang terasa hampa, aku merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupku. Kebersamaan ku terasa seperti goresan tinta putih di atas kertas putih. Walau tak terlihat, namun kemunculan itu ada. Itu adalah mencintai seseorang yang telah lama aku nanti-nantikan, sosok pangeran dari kegelapan.
Namun, bukan sebagai pangeran yang kukenal, dia telah kembali. Meski tak tampak sepenuhnya manusia, namun aura gelapnya begitu terasa dan aku tahu itu adalah dia. Wajahnya sudah berubah menjadi seekor ular, sebuah simbol dari sihir hitam yang ia gunakan. “He is back”, ujar semua orang dengan gemuruh. Hingga kulitku meremang dan detak jantungku berdenyut lebih kencang.
Bertemu dengannya, apakah kamu tahu siapa dia? Jika tidak, carilah. Ia telah berjanji padaku, dia akan kembali setelah sepuluh ribu hari kemudian. Dan pertanyaan yang sering bersarang di pikiranku adalah, kapankah aku akan bertemu dengan dia lagi? Di hari apa? Dalam bentuk apa? Apakah sebagai ular lagi, atau mungkin dalam wujud lain?
Tidak semua pertanyaan memiliki jawaban seketika, dan terkadang kita hanya perlu bersabar dan meyakini bahwa waktu akan menjawab pertanyaan itu untuk kita. Mungkin pada saat aku least expect it, aku akan bertemu lagi dengannya, dalam wujud apapun itu.
Hingga saat itu tiba, aku harus bersabar dan percaya bahwa hari dimana cinta dipertemukan akan segera tiba, dan aku berharap dapat bertemu lagi dengan pangeran kegelapanku. Setelah semua ini berakhir, apapun bentuknya, aku tahu aku akan selalu mencintainya.
