Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada setiap individu dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari harkat dan martabat manusia. Menghormati HAM merupakan tanggung jawab negara dan pemerintah di Indonesia. Salah satu lembaga yang memiliki wewenang dalam upaya pemberantasan korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga harus mempertimbangkan aspek HAM dalam pelaksanaan tugasnya.
Undang-Undang Nomer 19 Tahun 2019 tentang KPK telah memasukkan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan penyadapan dan penggeledahan, yang menjadi salah satu metode yang digunakan KPK dalam upaya memberantas korupsi. Pertanyaan yang sering muncul berkaitan dengan hal ini adalah apakah ketentuan tersebut sudah sesuai dengan penghormatan terhadap HAM? Artikel ini akan mengulas mengenai ketentuan tersebut dan kaitannya dengan HAM.
Penyadapan dan Penggeledahan dalam UU Nomer 19 Tahun 2019
Pasal 31A dan Pasal 32 UU Nomer 19 Tahun 2019 mengatur mengenai penyadapan dan penggeledahan yang dilakukan oleh KPK. Penyadapan dan penggeledahan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka dan terdakwa tindak pidana korupsi dalam rangka pengumpulan bukti-bukti yang valid yang akan digunakan dalam proses hukum selanjutnya.
Selain itu, undang-undang juga menetapkan bahwa penyadapan merupakan salah satu upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh penyidik, dan harus didahului oleh beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Beberapa di antaranya adalah terdapat bukti permulaan yang kuat, adanya izin dari pimpinan KPK dan penetapan oleh pengadilan.
Penghormatan Terhadap HAM dalam Pelaksanaan Penyadapan dan Penggeledahan oleh KPK
Untuk menilai apakah ketentuan dalam UU Nomer 19 Tahun 2019 mengenai penyadapan dan penggeledahan sudah sesuai dengan penghormatan terhadap HAM, perlu dilihat dari beberapa aspek, seperti prinsip legalitas, proporsionalitas, keadilan dan kebijakan yang digunakan oleh KPK dalam menjalankan kewenangannya ini.
- Prinsip Legalitas: Ketentuan dalam undang-undang ini sudah sesuai dengan prinsip legalitas yang tertuang dalam Pasal 28I UUD 1945 tentang hak untuk kebebasan dan perlindungan hukum yang adil. Dalam penerapan penyadapan dan penggeledahan, KPK harus memiliki izin dari pimpinan KPK dan penetapan oleh pengadilan, sehingga sudah sesuai dengan prinsip legalitas.
- Proporsionalitas: UU Nomer 19 Tahun 2019 mengharuskan KPK untuk menggunakan upaya ini sebagai upaya terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa ketentuan ini sudah mempertimbangkan proporsionalitas dalam penegakkan hukum dan menghargai hak privasi individu.
- Keadilan: Pelaksanaan penyadapan dan penggeledahan dengan ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang ini bertujuan untuk mencari kebenaran dan keadilan dalam proses penegakkan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Kebijakan: Dalam menjalankan kewenangan penyadapan dan penggeledahan, KPK juga harus selalu memperhatikan aspek-aspek kebijakan yang relevan, seperti perlindungan hak-hak asasi manusia dan menghindari penyimpangan penyelenggaraan kewenangan.
Dari beberapa aspek di atas, dapat disimpulkan bahwa ketentuan dalam UU Nomer 19 Tahun 2019 mengenai penyadapan dan penggeledahan yang dilakukan oleh KPK telah sesuai dengan penghormatan terhadap HAM. Namun demikian, keberhasilan dalam menjaga HAM dalam pelaksanaan penyadapan dan penggeledahan sangat bergantung pada penerapan ketentuan ini secara efektif dan adanya pengawasan yang ketat dari pihak pengadilan dan masyarakat.