Defamation, atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pencemaran nama baik, merupakan pelanggaran hukum yang sering terjadi di ranah media sosial. Di Indonesia, kasus defamation banyak terjadi dan diatur dalam beberapa undang-undang, baik yang berlaku secara umum maupun yang khusus berlaku di bidang informasi dan elektronik.
Pengaturan Hukum Tentang Defamation di Media Sosial
Pada prinsipnya, pengaturan mengenai defamation melalui media sosial di Indonesia diatur dalam dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE dicantumkan bahwa “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenai sanksi penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara itu, dalam KUHP, pengaturan mengenai pencemaran nama baik terdapat pada Pasal 310 dan Pasal 311. Kedua pasal tersebut pada prinsipnya mengatur bahwa siapa pun yang menghina kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang dimaksudkan untuk dipublikasikan, dapat dihukum karena melakukan pencemaran nama baik.
Contoh Kasus Defamation di Media Sosial di Indonesia
Salah satu contoh konkrit dari kasus defamation di media sosial di Indonesia adalah kasus yang menimpa Ratna Sarumpaet pada tahun 2018. Sarumpaet saat itu menyebarkan berita bohong atau hoax tentang penganiayaan yang dialaminya. Padahal, faktanya dia hanya melakukan operasi plastik. Kasus ini dianggap sebagai pencemaran nama baik atau defamation karena berita bohong yang disebarkannya tersebut telah merugikan banyak pihak, termasuk pemerintah.
Contoh lainnya adalah pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Jonru Ginting di akun media sosialnya. Jonru seringkali mengunggah konten atau berita yang belum tentu kebenarannya dan cenderung menyudutkan pihak tertentu. Hal ini telah merugikan banyak pihak dan Jonru sendiri harus berurusan dengan hukum karena perilakunya tersebut.
Pelanggaran hukum seperti defamation menjadi perhatian serius, khususnya di era digital seperti sekarang ini. Olebihannya, pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang hukum dan tata krama di media sosial memiliki peran penting dalam mencegah penyebaran defamation di media sosial.
Jadi, jawabannya apa? Pengaturan mengenai defamation melalui media sosial di Indonesia diatur dalam UU ITE dan KUHP, dengan sanksi berupa hukuman penjara dan/atau denda. Contoh konkritnya antara lain kasus Ratna Sarumpaet dan Jonru Ginting yang pernah menjadi sorotan publik.