Begitu luas dan kompleksnya pengertian demokrasi, tak kurang menjadi tantangan untuk menganalisanya. Khusus dalam konteks ini, demokrasi Pancasila akan dipelajari dalam dua periode besar di Indonesia, yakni era Orde Baru dan Reformasi. Meski keduanya mengimplementasikan demokrasi Pancasila, ada beberapa perbedaan signifikan yang layak kita telisik.
Demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Baru
Dimulai dari era Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Orde Baru memberikan interpretasi tersendiri terhadap demokrasi Pancasila. Pada era ini, demokrasi Pancasila diterapkan dengan prinsip ‘Sentralisasi’. Segala keputusan policy dan regulasi berpusat pada penguasa atau presiden. Pembangunan berlangsung top-down, sehingga tidak jarang masyarakat merasa kehilangan hak untuk terlibat secara aktif dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Meski demikian, era Orde Baru juga dicap sebagai periode stabilisasi dan ekonomi yang relatif makmur. Hal ini sejalan dengan prinsip kedua dalam Pancasila, yaitu ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’. Namun, sayangnya, keberhasilan ini dibayar dengan pembatasan beberapa hak asasi manusia, terutama dalam hal kebebasan berekspresi dan berpolitik.
Demokrasi Pancasila Pada Masa Reformasi
Berbeda dengan era Orde Baru, era Reformasi membawa angin perubahan dalam penerapan demokrasi Pancasila. Reformasi ditandai dengan tumbuhnya ruang publik yang lebih dinamis dan plural dalam berpolitik. Pilihan politik masyarakat menjadi lebih variatif dengan kehadiran banyak partai baru dan lembaga-lembaga sipil.
Prinsip demokrasi pancasila dalam era reformasi adalah ‘Desentralisasi’. Kepemimpinan dan pengambilan keputusan lebih didistribusikan ke daerah-daerah. Keputusan publik diputuskan melalui proses perundingan yang melibatkan berbagai pihak, dalam artian lebih bottom-up dibanding era Orde Baru.
Meski demikian, era reformasi juga hadir dengan sejumlah tantangan baru. Salah satunya adalah potensi disintegrasi di beberapa wilayah akibat penerapan desentralisasi yang kurang efektif. Selain itu, krisis ekonomi yang sering terjadi juga menunjukkan betapa tantangan dalam menjaga stabilitas ekonomi dalam iklim demokrasi yang lebih terbuka.
Kesimpulan
Jika kita bandingkan, kedua era memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam menerapkan demokrasi Pancasila. Era Orde Baru berhasil membangun stabilitas ekonomi namun lamban dalam pemberdayaan masyarakat. Sebaliknya, era Reformasi membuka ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam politik namun menghadapi tantangan dalam menjaga stabilitas ekonomi. Ini menjadi pembelajaran penting bahwa dalam menerapkan demokrasi, terdapat banyak faktor dan pertimbangan yang harus saling diimbangi.