Sejarah Indonesia selalu sering diwarnai oleh berbagai konflik dan ancaman disintegrasi. Tanggal 1945 hingga 1965 menjadi periode penting yang dicap dengan berbagai tantangan keberanian negara yang baru saja merdeka. Bagaimanakah apabila berbagai ancaman dan konflik ini tidak terjadi dalam periode tersebut?
Konteks Sejarah
Dalam konteks sejarah, periode 1945-1965 ditandai dengan berbagai konflik internal dan eksternal yang mampu menggoyahkan keutuhan NKRI. Mulai dari Perang Kemerdekaan, Pemberontakan PKI, hingga Pemberontakan PRRI/Permesta, semua menjadi pertaruhan eksistensi kesatuan negara.
Peran Kebijakan dan Pimpinan
Pada waktu itu, Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soekarno dan wakilnya, Mohammad Hatta. Kepemimpinan mereka sangat berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang memberi ruang untuk munculnya konflik dan disintegrasi. Salah satu hal yang paling kentara ialah konsep politik ‘Nasakom’ yang melibatkan unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis menjadi satu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apabila konsep Nasakom ini tidak diadopsi, kemungkinan besar Indonesia terhindar dari Pemberontakan PKI yang menjadi puncak dari konflik politik dengan akibat hancurnya stabilitas sosial pada waktu itu.
Faktor Luar Negeri
Faktor luar negeri juga turut memberikan pengaruh dalam konflik dan ancaman disintegrasi di Indonesia. Tahun 1945 hingga 1965 merupakan periode awal Perang Dingin, di mana ideologi Kapitalisme dan Komunisme menjadi ajang pertaruhan dua negara besar, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Apabila Indonesia mampu melakukan diplomasi yang bijaksana dan menjaga jarak yang proporsional dengan kedua kubu tersebut, kemungkinan besar ancaman dan konflik dari dalam maupun luar negeri bisa diminimalisir, termasuk ancaman disintegrasi territorial seperti yang dicoba dilakukan oleh Belanda dalam Agresi Militer Belanda I dan II.
Penutup
Dari poin-poin di atas, dapat disimpulkan bahwa berbagai konflik dan ancaman disintegrasi di Indonesia antara tahun 1945-1965 tidak akan terjadi apabila kedua kepemimpinan negara tersebut mampu memahami dan merespons dengan tepat berbagai faktor yang berpotensi memicu konflik, baik itu faktor kebijakan internal maupun faktor luar negeri. Memang, sejarah tidak mungkin diulang, namun belajar dari masa lalu dapat membantu kita menghadapi tantangan di masa depan dengan lebih baik.