Gotong royong adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang sudah dilakukan selama berabad-abad. Istilah ini merujuk kepada kerja sama atau peran serta secara bersama-sama dalam melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Seiring berkembangnya teknologi dan gaya hidup modern, aktualisasi dari sikap gotong royong tampaknya mulai terkikis. Padahal, banyak nilai-nilai positif yang dapat dipetik dari sikap ini, diantaranya solidaritas, kerja sama, kepedulian sosial, cinta tanah air, dan keseimbangan sosial.
Sementara itu, adapun yang bukan menjadi nilai dalam sikap gotong royong antara lain:
Individualisme
Individualisme adalah ideologi atau konsep yang menekankan kebebasan dan hak setiap individu. Meskipun memiliki nilai positifnya tersendiri, individualisme justru bertentangan dengan konsep dasar dari gotong royong. Dalam gotong royong, tujuan utama adalah mencapai kebaikan bersama, bukan kepentingan pribadi.
Kompetisi
Lomba atau kompetisi adalah suatu keadaan dimana individu atau kelompok berjuang untuk mencapai suatu tujuan yang sama dan saling menyaingi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dalam gotong royong, konsep ini tidak relevan sebab tujuan utamanya adalah kerjasama, bukan pertandingan.
Egoisme
Egoisme adalah sikap yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri tanpa memedulikan orang lain. Hal ini sangat bertentangan dengan esensi dari gotong royong, dimana setiap individu diharapkan untuk saling membantu dan memikirkan kebaikan orang lain.
Konsumerisme
Konsumerisme merujuk pada fokus pada konsumsi barang secara berlebihan. Sikap ini berjalan berlawanan dengan gotong royong, yang lebih menekankan pada pembagian dan pemanfaatan sumber daya secara adil dan merata.
Dengan memahami nilai-nilai yang tidak terkandung dalam gotong royong, kita bisa semakin menguatkan sikap gotong royong sebagai pilar masyarakat. Semoga dengan menanamkan nilai-nilai gotong royong, kita bisa membangun masyarakat yang lebih solidaritas, berkeadilan, serta harmonis.