Kesultanan Aceh adalah salah satu kerajaan maritim yang paling kuat di Indonesia antara abad ke-15 hingga abad ke-17. Kesultanan ini terkenal dengan ketabahannya melawan bangsa-bangsa asing yang mencoba untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di kawasan ini, termasuk bangsa Portugis yang pada waktu itu menduduki Malaka. Ada beberapa faktor yang mendorong Kesultanan Aceh memerangi bangsa Portugis di Malaka. Berikut adalah beberapa faktor tersebut.
Ekonomi dan Perdagangan
Kontrol atas jalur perdagangan laut menjadi faktor utama yang mendorong Kerajaan Aceh untuk berperang melawan Portugis. Malaka saat itu merupakan pusat perdagangan penting di Asia Tenggara dan berlokasi strategis di Selat Malaka, menjadi pintu masuk ke Samudra Hindia dan jalur perdagangan rempah-rempah. Bangsa Portugis mencoba untuk mengendalikan perdagangan di Malaka, yang berdampak negatif pada ekonomi Kesultanan Aceh yang sangat bergantung pada perdagangan.
Ideologi Agama
Faktor lainnya adalah perbedaan ideologi agama. Kerajaan Aceh yang beragama Islam berkeinginan kuat untuk mengusir bangsa Portugis yang beragama Kristen dari tanah Melayu. Kesultanan Aceh merasa berkewajiban untuk melawan penjajahan Portugis demi menjaga kemurnian agama dan budaya Melayu di kawasan tersebut.
Aspirasi Kekuasaan dan Dominasi Wilayah
Kesultanan Aceh pada masa itu sedang berusaha untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan mereka. Mereka melihat penaklukan Malaka dari bangsa Portugis sebagai langkah penting untuk mencapai tujuan ini. Menaklukkan Malaka berarti mereka akan mendapatkan kontrol atas wilayah yang strategis dan juga sumber daya yang melimpah.
Dalam perjalanannya, perlawanan Kesultanan Aceh terhadap Portugis dalam memperebutkan Malaka telah mengubah dinamika geopolitik dan perdagangan di kawasan tersebut. Kesultanan Aceh terus berjuang, menguji keberanian dan determinasi rakyatnya dalam menghadapi penjajahan asing.
Jadi, jawabannya apa? Faktor pendorong Kesultanan Aceh memerangi bangsa Portugis di Malaka adalah ekonomi dan perdagangan,ideologi agama, serta aspirasi kekuasaan dan dominasi wilayah. Tetapi, tak dapat dipungkiri bahwa yang paling mendasar adalah semangat perlawanan mereka terhadap penjajahan asing.