Berbagai budaya di seluruh dunia memiliki tradisi dan norma yang berbeda-beda, dan salah satunya adalah adat berpakaian hitam-hitam saat melayat ke rumah duka. Norma ini bisa kita temukan di kebanyakan masyarakat di berbagai belahan dunia dan ini adalah aspek yang menarik untuk dipahami. Butir norma ini sebenarnya merupakan bagian dari konsep yang lebih luas dalam sosiologi dan psikologi sosial yang dikenal dengan sebutan “norma kesopanan”.
Norma kesopanan adalah sepakatnya perilaku tertentu dalam komunitas sosial sebagai cara yang dianggap pantas dalam berinteraksi dan berperilaku di lingkungan sosial. Para anggota masyarakat diharapkan untuk mengetahui dan mengikuti norma kesopanan ini, dan biasanya ada hukuman sosial bagi mereka yang melanggar, seperti dikucilkan atau dinilai negatif oleh yang lain.
Dalam konteks melayat di rumah duka, berpakaian hitam adalah bentuk penghormatan kepada alm. Seseorang yang berduka. Pakaian hitam dikaitkan dengan kesedihan dan luka, dan oleh karena itu memiliki simbolisme yang khas dan kuat. Dengan mengenakan pakaian ini, seseorang secara simbolis mengekspresikan kesedihan dan dukacitanya, serta solidaritasnya dengan keluarga yang berduka.
Meskipun tidak semua masyarakat mengenakan pakaian hitam saat berduka — beberapa budaya malah memakai warna lain, seperti putih atau ungu, tergantung pada kepercayaan dan tradisi mereka — konsep norma kesopanan tetap sama: menunjukkan rasa hormat dan mendukung mereka yang sedang berduka.
Jadi, secara sederhana, aktifitas berpakaian hitam-hitam ketika melayat ke rumah duka merupakan praktik yang termasuk dalam norma sosial yang disebut norma kesopanan. Selain itu, pelajaran penting yang bisa kita ambil adalah pentingnya memahami dan menghargai norma dan tradisi yang ada di masyarakat kita.