Pendahuluan
Orde Baru adalah periode dalam sejarah politik Indonesia yang dimulai dengan pengambilalihan kekuasaan oleh Jenderal Soeharto setelah tragedi G30S/PKI pada 1966 hingga lengsernya pada tahun 1998. Pemerintahan Orde Baru mengubah banyak aspek kehidupan termasuk cara pemerintah berurusan dengan pihak oposisi.
Penindasan Oposisi
Dalam masa pemerintahan Orde Baru, pemerintah mencoba membungkam suara pihak oposisi yang berusaha mencabar kekuasaan pemerintah. Ini dilakukan melalui upaya-upaya pengekangan kebebasan berbicara, penahanan politik, dan tindakan keras terhadap demonstrasi.
Pemerintah Orde Baru menggunakan Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI untuk mengawasi dan menindak pihak oposisi. Beberapa oposisi yang menonjol seperti Ahmad Sumargono, Sri Bintang Pamungkas, hingga tokoh gerakan mahasiswa seperti Budiman Sujatmiko pernah merasakan penindasan politik tersebut.
Penyensoran Media dan Kontrol Informasi
Orde Baru juga dikenal dengan kontrol ketatnya terhadap media. Ada banyak kasus dimana pihak oposisi tidak mendapatkan ruang dalam media massa untuk menyuarakan pendapat atau kritiknya. Sejumlah media yang berusaha kritis terhadap pemerintah pun harus mengalami pembredelan.
Implikasinya
Penindasan pihak oposisi telah mempengaruhi proses demokratisasi di Indonesia dan menciptakan ketakutan dan kecemasan bagi para penentang politik pemerintah. Selain itu, tindakan tersebut juga merusak keseimbangan kekuasaan dan merusak kebebasan berbicara dan berpikir kritis di Indonesia.
Kesimpulan
Kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap pihak oposisi dapat dikatakan represif dan otoriter. Upaya penindasan dilakukan melalui berbagai cara, baik melalui penahanan politik maupun pembredelan media. Ini merupakan bagian penting dari upaya pemerintah Orde Baru untuk mempertahankan kontrol dan kekuasaan mereka di Indonesia. Meski pada akhirnya, suara rakyat tidak bisa dibungkamkan dan reformasi terjadi, mencabut kuasa Orde Baru dari tangan Soeharto.